FAJAR, SURABAYA – Tidak ada anak yang bercita-cita menyerahkan ibunya ke panti jompo. Tapi bagi Lukman Arif, warga Jalan Perlis Selatan, Surabaya, realitas hidup memaksanya memilih jalan yang tak diinginkan: menitipkan Siti Fatimah (65), ibu kandungnya, ke sebuah panti lansia di Malang.
Keputusan itu menjadi perbincangan publik, terlebih karena Lukman menyetujui syarat larangan menjenguk dan tak akan dikabari jika ibunya wafat. Di mata sebagian warganet, Lukman dianggap tak berperasaan.
Namun di balik keputusan itu, ada cerita lain yang jarang didengar: tentang keterbatasan, pengorbanan, dan pilihan pahit di antara kasih dan kewajiban hidup.
Bukan Dibuang, tapi Diselamatkan
Lukman, anak kedua dari empat bersaudara, tinggal menumpang di rumah sepupu. Ia mengaku tak punya tempat tinggal tetap, dan saudara-saudaranya berada di luar Pulau Jawa. Dalam kondisi ekonomi sulit, merawat sang ibu di rumah jadi hal yang mustahil.
“Saya sudah coba rawat, tapi saya harus kerja. Ibu tidak mau dijaga orang lain. Saya tidak berniat membuang Beliau,” ujarnya lirih, Kamis (17/7).
Akhirnya, setelah pertimbangan panjang, Lukman menitipkan sang ibu ke Graha Lansia Khusnul Khotimah, Malang. Tempat itulah yang ia yakini bisa memberikan perawatan layak untuk ibunya.
“Di sana ibu dapat layanan yang manusiawi. Saya tidak sanggup menjaga dengan layak. Ini satu-satunya cara agar Beliau tetap hidup baik.”
Syarat Menyesakkan
Salah satu syarat panti tersebut adalah tidak boleh ada kunjungan keluarga. Bahkan tidak akan menghubungi pihak keluarga jika penghuni wafat. Lukman pun dengan berat hati, menandatangani surat persetujuan itu.