FAJAR, WASHINGTON – Amerika Serikat diguncang gelombang protes besar-besaran pada Kamis (17/7) waktu setempat. Ribuan warga turun ke jalan di lebih dari 1.600 titik di seluruh negeri, menentang sejumlah kebijakan kontroversial mantan Presiden Donald Trump.
Aksi ini bukan sekadar protes biasa. Demonstrasi diadakan serentak di berbagai ruang publik seperti jalanan, gedung pengadilan, hingga taman kota. Kota-kota besar seperti Chicago, Atlanta, St. Louis, Annapolis, hingga Oakland menjadi titik konsentrasi massa.
Menurut laporan CNN, protes ini dipicu oleh langkah Trump yang kembali menyuarakan deportasi massal migran dan pemangkasan bantuan sosial seperti Medicaid dan SNAP (Supplemental Nutrition Assistance Program).
Di balik unjuk rasa ini berdiri sejumlah organisasi sipil, termasuk Public Citizen, yang menyuarakan perlawanan terhadap otoritarianisme. Lisa Gilbert, presiden organisasi tersebut, menyebut situasi politik saat ini sebagai “momen paling mengerikan dalam sejarah demokrasi AS”.
“Kita bergulat dengan meningkatnya pelanggaran hukum dan otoritarianisme… karena hak dan kebebasan kita sedang berada di ujung tanduk,” ujarnya dalam konferensi pers daring, Selasa (15/7).
Selain menolak kebijakan Trump, aksi ini juga ditujukan untuk mengenang John Lewis, tokoh hak sipil dan mantan anggota Kongres yang wafat lima tahun lalu. Di Atlanta, Georgia, sekitar seribu orang berkumpul di Ebenezer Baptist Church—gereja tempat Martin Luther King Jr. dulu berdakwah.
“Warisan Lewis adalah keberanian untuk melawan ketidakadilan,” kata Pendeta Jonathan Jay Augustine. “Namun nilai-nilai yang beliau perjuangkan kini justru diserang.”