Di Washington D.C., ratusan massa berkumpul hanya beberapa blok dari Gedung Putih. Spanduk bertuliskan “Deportasi Adalah Kekejaman” dan “Hentikan Fasisme” memenuhi lokasi.
Seorang demonstran asal Carolina Utara, Mary Baird, secara gamblang memperingatkan:
“Fasisme akan runtuh. Dan siapa pun yang ikut serta akan dimintai pertanggungjawaban.”
Sementara di Minneapolis, orator menyerukan keteladanan moral. Mereka mengajak masyarakat untuk bangkit, mengambil sikap, dan tak diam menghadapi ketidakadilan.
Protes kali ini menjadi salah satu mobilisasi sipil terbesar dalam beberapa bulan terakhir. Aksi ini menyusul gelombang demo bertajuk “No Kings” pada Juni lalu, yang juga mengecam tendensi otoriter dalam politik AS.
Tuntutan utama demonstran meliputi: penghentian deportasi massal dan kebijakan anti-imigran; perlindungan hak-hak warga kulit hitam, cokelat, dan komunitas trans; dan penolakan pemangkasan program sosial dan kesehatan masyarakat.
“John Lewis selalu berkata: jika kau melihat ketidakadilan, kau punya tanggung jawab moral untuk bertindak,” tegas Daryl Jones dari Transformative Justice Coalition.
Gelombang protes ini menunjukkan bahwa meskipun Trump tak lagi menjabat, pengaruh kebijakannya masih menyulut perlawanan luas di akar rumput masyarakat Amerika. (*)