MAKASSAR, FAJAR – Maraknya beras oplosan kini menjadi perhatian publik. Pengusaha lokal ternyata mengoplos beras. Alasannya, jika tidak dioplos mereka akan rugi.
Label premium kerap digunakan untuk menarik minat pembeli. Akan tetapi, label tersebut menyesatkan, beberapa beras kemasan premium dioplos dengan kualitas rendah.
Beras premium harusnya sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020. Beras tersebut memiliki kadar air maksimal 14 persen, sementara butir kepala beras minimal 85 persen. Toleransi butir patah hanya 14,5 persen.
Akibat maraknya beras oplosan tersebut, warga mulai resah. Herlina (45), warga Makassar, mengaku kerap mendapat beras berlabel premium namun kualitasnya mencurigakan. “Saya sering beli di pasar, tapi waktu sebelum dimasak banyak patah-patah, warnanya juga kusam. Kita curiga itu beras oplosan,” ujarnya, kemarin.
Konsumen selama ini tidak tahu terkait kualitas beras. Akibatnya, oknum pedagang nakal kerap memainkan harga dan kualitas beras. Ia berharap ada tindakan nyata dari pemerintah agar masyarakat tidak terus dirugikan.
“Kita kan enggak tahu cara bedakan yang asli dan yang oplosan. Kadang atasnya premium, bawahnya campuran,” keluhnya.
Sementara pedagang di Pasar Daya, HD (45) mengaku jika kebanyakan pedagang mengoplos beras. Hal itu kata dia dilakukan untuk menutupi margin yang menipis. HD mengaku sering mencampur beras premium dengan medium agar tidak merugi.
“Kita dapat dari distributor sudah mahal, jualnya berapa, (margin) tipis sekali,” tuturnya.