“Iya, betul, kita betul-betul melebur dengan anak-anak pemulung di TPA Antang. Kita bahkan punya ‘mitos’, pemali (pantangan) meludah di antara mereka,” sambung Andi Tenri A. Palallo.
Perlakuan-perlakuan seperti itulah yang mewarnai karakter Ucok yang terbawa hingga kini. Menyinggung usia SD-nya, Ucok (Agam Rinjani) tiba-tiba mengenang ketika mengumpulkan sampah dari buku, koran, dan majalah.
“Saat itu, saya simpan baik-baik sampah buku, majalah, koran yang masih bisa dibaca. Yang paling saya suka adalah mengisi TTS Harian Fajar. Biasa saya bawa jawabannya ke kantor Fajar, eh, ada hadiahnya,” kenang Agam Rinjani.
Agam Rinjani (Ucok kecil) memang bukan pemulung biasa. Kecerdasannya sudah tampak di antara teman-teman lainnya. Dari hasil membaca buku-buku bekas, koran, dan majalah itulah, wawasannya terbuka.
Tidak heran jika ada Program Yayasan Pabbata UMI, Ucok diutus mengajar kelas di atasnya. Ia bahkan mengajar pelajar SMP, padahal Ucok masih kelas V SD.
Agam Rinjani tidak pernah lupa kehidupan di TPA. Ia pun minta arahan Selle KS Dalle untuk membuat acara di TPA Antang dalam waktu dekat.
Kalau 10 tahun lalu Agam Rinjani mendatangi Selle KS Dalle di rumah tersebut untuk minta arahan “bekal” merantau, maka kali ini ia datang minta lagi arahan untuk melakukan sesuatu di TPA Antang.
Lantas bagaimana dengan rencana nikahnya? Agam tampaknya berubah pikiran setelah diskusi santai dalam pertemuan dini hari itu.
“Saya mau keliling dunia empat bulan. Naik motor. Tapi mungkin dalam waktu dekat, saya ke TPA Antang dulu. Tabe Kakak, mohon petunjuk-Ta,” ujar Agam Rinjani.