FAJAR, TANATORAJA – Sengketa lahan seluas 371 meter persegi di Se’pon, Kelurahan Lapandan, Kecamatan Makale, kembali memantik ketegangan. Keluarga Elisabet Bu’tu, yang mengklaim sebagai pemilik sah atas tanah tersebut, mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tana Toraja memberikan kejelasan status hukum lahan yang kini juga diklaim Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
“Kami punya surat keterangan warisan turun-temurun. Tapi kenapa tiba-tiba ada sertifikat lain?” ujar seorang perwakilan keluarga Elisabet Bu’tu, Selasa, 16 Juli 2025. “Kami hanya ingin kepastian dan keadilan,” lanjutnya.
Polemik ini bukan baru muncul kemarin. Lahan yang sebelumnya tidak bersertifikat itu kini mendadak menjadi titik tarik-menarik antara warga dan institusi negara. Munculnya sertifikat atas nama Pemprov Sulsel memperkeruh situasi, apalagi dokumen tersebut dinilai belum pernah disosialisasikan secara resmi kepada pihak keluarga yang merasa sebagai pemilik awal.
Di balik ketegangan di lapangan, Kepala Bidang Oposisi Lahan dan Sengketa BPN Tana Toraja, Riski Febrianda, memilih hati-hati. Ia menegaskan bahwa lembaganya tidak berwenang menentukan siapa yang paling berhak atas tanah tersebut.
“Kami tidak bisa memutuskan kebenaran kepemilikan,” kata Riski saat ditemui di kantornya. “Itu sepenuhnya menjadi ranah pengadilan,” tambah dia.
Riski mengungkapkan bahwa pihaknya pernah menerima ajakan untuk turun langsung ke lokasi dari perwakilan Pemprov dan Camat Makale bersama keluarga Elisabet Bu’tu. Namun, BPN tidak bisa memenuhi undangan tersebut lantaran tidak ada surat tugas resmi yang memerintahkan mereka turun.