Kritikan YLKI
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sulawesi Selatan Ambo Masse, menyebut banyaknya beras oplosan yang beredar menunjukkan lemahnya pengawasan dan kurangnya transparansi informasi produk di tingkat konsumen. Ia menyebut bahwa selama ini masyarakat sulit membedakan mana produk beras berkualitas.
“Banyak beras beredar yang mencantumkan label premium dan logo SNI, ternyata hasil temuan Kementan tidak sesuai standar,” kata Ambo Masse.
Menurutnya, kehadiran label SNI kerap menimbulkan persepsi keliru di kalangan konsumen. Masyarakat mengira kalau sudah ada label SNI berarti aman dan berkualitas. Tapi ternyata banyak yang tidak sesuai.
Apakah memang semudah itu label SNI dipasang? Ambo menekankan perlunya sistem informasi yang lebih terbuka dan aplikatif. Tujuannya agar konsumen bisa mengecek legalitas dan kualitas produk secara mandiri.
Dia menyarankan adanya panduan sederhana, termasuk sistem kode atau aplikasi digital yang bisa digunakan masyarakat untuk memverifikasi produk yang mereka beli.
Ambo Ase menyamakan persoalan beras oplosan ini dengan kasus minyak goreng beberapa waktu lalu. Banyak produk dijual dengan berat bersih yang lebih rendah dari yang tertera di kemasan.
“Kejadian ini mirip dengan kasus minyak goreng kemarin. Banyak produk dijual tidak sesuai isi, dan lagi-lagi informasi ke konsumen sangat minim. Kalau sudah ramai di media, baru masyarakat tahu. Itu sudah telat,” ujarnya.
Dia menyayangkan masih banyak produk beras bermasalah yang ditemukan di berbagai ritel besar di Sulsel. Ia mendorong agar Satuan Tugas Pangan lebih aktif menindaklanjuti kasus ini di daerah, termasuk membuka posko pengaduan dan memperkuat kanal pelaporan masyarakat.