MAKASSAR, FAJAR — Pemerintah telah mengumumkan 212 merek beras bermasalah. Ada 10 perusahaan besar yang diduga “bermain”. Modusnya, beras medium dicampur premium. Modus lainnya, menjual tidak sesuai takaran.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengaku telah melaporkan kasus ini secara resmi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kejaksaan Agung. Dia menyebut praktik pengoplosan ini sangat merugikan masyarakat, terutama karena menurunkan daya beli.
“Dampaknya adalah merugikan konsumen, karena daya beli kita turun. Kalau sesuai standar, daya beli bisa naik. Ini juga merugikan pemerintah karena beras SPHP ikut dioplos,” jelas Amran saat menghadiri wisuda di Unhas, Senin, (14/7/2025).
Ia menambahkan bahwa sekitar 86 persen beras yang beredar di masyarakat saat ini tidak sesuai standar. Untuk itu, pemerintah akan segera mengambil langkah perbaikan, terlebih dengan ketersediaan stok nasional yang mencapai 4 juta ton tertinggi sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia.
Amran juga menegaskan komitmen pemerintah
dalam menindak pemalsuan pupuk dan distribusi pangan ilegal lainnya dengan menggandeng Tim Satgas Pangan.“Kalau ada pupuk palsu, kami sudah berhubungan dengan Satgas Pangan. Itu akan ditindak tegas,” tutupnya.
Merek beras yang diduga oplosan juga beredar di Sulsel. Merek beras tersebut mulai dari Sania, Sovia, Fortune, dan Siip yang diproduksi Wilmar Group. Merek beras ini ditemukan oleh Satgas Pangan di Sulsel, Aceh, Lampung, Jabodetabek, dan Yogyakarta.
Selain Wilmar Group, beras merek Alfamidi Setra Pulen, Setra Ramos, dan Food Station juga ditemukan beredar di Sulsel, Aceh, Kalsel, dan Jabar