English English Indonesian Indonesian
oleh

E-Commerce Belum Siap Jadi Pemungut Pajak, Masih Butuh Waktu Setahun

idEA juga mencatat bahwa kebijakan serupa telah diterapkan di beberapa negara seperti India, Meksiko, Filipina, dan Turki. Namun, kondisi ekosistem digital di Indonesia berbeda dan menuntut pendekatan implementasi yang sesuai dengan konteks lokal.

“Kami juga menunggu arahan lebih lanjut, termasuk komunikasi teknis yang komprehensif dari DJP agar pelaku industri dan UMKM dapat menyesuaikan diri dengan baik. Kami terbuka untuk berdialog dan mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara adil dan proporsional, tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi digital nasional,” imbuhnya.

Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan fokus tujuan aturan niaga elektronik (e-commerce) memungut PPh pasal 22 lebih menyoal penyederhanaan administrasi, bukan untuk
mendongkrak penerimaan pajak.

“Dampaknya tidak semata-mata langsung tahun ini kita rasakan. Kami melihat dampaknya ini sebagai sebuah kerangka kepatuhan wajib pajak dan kemudahan administrasi, yang dampaknya jauh lebih besar daripada dampak rupiahnya,” ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal.

Yon melanjutkan, pengenaan pajak ini bukan merupakan jenis pajak baru. Pelaku usaha dengan omzet di atas Rp 500 juta dalam setahun dikenakan pajak sebesar 0,5 persen, baik bersifat final maupun tidak final.

Hanya saja, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, pajak itu diterapkan terhadap pedagang daring di mana pungutannya dilakukan oleh e-commerce. (agf/dio/dir)

News Feed