FAJAR, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Pada Rabu (16/7), tiga mantan staf khusus Menteri Ketenagakerjaan kembali dipanggil untuk diperiksa.
Ketiganya adalah Caswiyono Rusydie Cakrawangsa, Luqman Hakim, dan Rishayudi Triwibowo. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sebagai bagian dari upaya pendalaman aliran dana haram dalam kasus yang ditaksir mencapai Rp53 miliar tersebut.
“Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengurusan rencana penggunaan TKA di Kemenaker,” ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya.
Ketiga saksi tersebut dikonfirmasi telah hadir memenuhi panggilan penyidik. Namun, belum ada keterangan resmi mengenai detail materi pemeriksaan.
Sehari sebelumnya, Selasa (15/7), dua mantan stafsus dari era Menteri Hanif Dhakiri juga diperiksa. KPK mendalami apakah praktik pemerasan sudah berlangsung sejak masa jabatan mereka, serta bagaimana dugaan aliran dana mencurigakan mengalir di internal kementerian.
Kasus ini sendiri mencuat setelah KPK menetapkan delapan orang tersangka pada 5 Juni 2025. Di antara mereka terdapat dua pejabat penting, yaitu: Suhartono, Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker 2020–2023 dan Haryanto, Dirjen Binapenta dan PKK 2024–2025 sekaligus Direktur PPTKA 2019–2024.
Selain itu, tersangka lain meliputi pejabat dan staf internal di Direktorat PPTKA, termasuk: Wisnu Pramono (Direktur PPTKA 2017–2019), Devi Angraeni (Koordinator dan Direktur PPTKA), Gatot Widiartono (pejabat analisis TKA), serta tiga staf lain: Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.