“Ini bukan sekadar transportasi, ini bagian dari ekosistem belajar,” kata Jusman.
Mengurangi Risiko dan Beban Ekonomi
Menurut data Route Safety Kota Makassar, sekitar 100 hingga 115 ribu jiwa menjadi korban kecelakaan lalu lintas setiap tahun. Pelajar berusia 15 hingga 20 tahun menjadi kelompok paling rentan. Maka dari itu, bus sekolah menjadi lebih dari sekadar kendaraan: ia adalah alat perlindungan.
“Salah satu tujuan utama kami adalah menekan risiko kecelakaan pelajar yang kerap menggunakan sepeda motor ke sekolah,” lanjut Jusman.
Lebih dari itu, program ini juga dirancang untuk menyasar keluarga kurang mampu. Transportasi gratis diharapkan bisa meringankan beban rumah tangga, terutama mereka yang memiliki lebih dari satu anak bersekolah.
“Dengan bus ini, akses pendidikan tak lagi terhalang ongkos transport,” ujarnya.
Lima Koridor, Ratusan Pelajar
Setiap hari, sedikitnya 200 pelajar dari berbagai jenjang—TK hingga SMA—menggunakan layanan ini. Lima koridor yang dilayani telah disesuaikan untuk menjangkau kawasan padat penduduk serta sekolah-sekolah di pinggiran kota. Tingkat okupansi pun mencapai 80 hingga 90 persen per hari.
Total ada lima armada yang dioperasikan: tiga bus listrik berkapasitas sedang (32 kursi, panjang 8 meter), dan dua bus berbahan bakar BBM, terdiri dari satu bus medium dan satu bus kecil. Armada-armada ini berangkat setiap pukul 06.00 hingga 06.30 pagi, menyesuaikan dengan rute dan jarak sekolah yang dilalui.
Menuju Kota yang Lebih Manusiawi
Jusman menyebut pihaknya tengah mengevaluasi dan merancang perluasan layanan. Harapannya, semakin banyak pelajar, terutama dari keluarga prasejahtera, bisa ikut merasakan manfaatnya. Pemerintah kota pun berupaya agar program ini tak berhenti pada angka, tetapi menjadi bagian dari transformasi wajah kota yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.