Kedua, stagnasi karier. Guru PPPK, bahkan yang telah menyelesaikan pendidikan S2 atau S3, tak bisa naik ke golongan lebih tinggi karena terbatas hanya sampai golongan 9. Ketiga, diskriminasi dalam pelatihan dan pengembangan kompetensi.
“Dalam banyak sekolah, kami ini seperti anak tiri. Kalau ada pelatihan, PNS dulu yang diutamakan,” ucapnya.
Keempat, kontrak kerja yang rawan diputus. Meski status ASN, PPPK tetap bisa diberhentikan jika kontraknya tak diperpanjang. Kelima, keterbatasan akses ke jabatan strategis. Guru PPPK, misalnya, tidak bisa menjabat sebagai kepala dinas atau kepala bidang. Padahal secara kualifikasi dan pengalaman, banyak yang setara dengan PNS.
Menanti Diskresi, Mendorong Aturan
Mahadi mendorong pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pendidikan dan Komisi X DPR RI, segera merumuskan peraturan menteri yang membuka jalur peralihan PPPK ke PNS. Ia juga menyinggung adanya preseden: diskresi presiden yang memungkinkan dosen PPPK diangkat jadi PNS tanpa batas usia dan tanpa tes.
“Kalau di perguruan tinggi bisa, kenapa tidak untuk guru-guru di sekolah dasar dan menengah?” ujarnya.