English English Indonesian Indonesian
oleh

Kebijakan Pelayanan Darah di Indonesia: Tantangan Kebutuhan dan Upaya Sinergitas

FAJAR, MAKASSAR — Pelayanan darah di Indonesia, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan, tengah menghadapi tantangan serius dalam pemenuhan kebutuhan darah bagi masyarakat.

Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan, mengungkapkan bahwa kebutuhan darah di provinsi ini mencapai sekitar 15 ribu kantong per bulan. Namun, saat ini PMI Sulsel baru mampu menyediakan sekitar 5 ribu kantong, sehingga terdapat defisit sekitar 10 ribu kantong darah setiap bulan.

“Kota Makassar saja membutuhkan sekitar 6 ribu kantong darah setiap bulan,” ujarnya.

Adnan menekankan perlunya sinergi lintas sektor untuk mengatasi kekurangan tersebut. Ia mengajak para koordinator donor darah untuk menyusun strategi yang maksimal dan mengesampingkan ego sektoral.

“Kita berharap pertemuan ini bisa menghapus ego sektoral. Mari kita bersama-sama menyusun rencana agar stok darah bisa terpenuhi demi masyarakat Sulawesi Selatan,” tegasnya.

Isu pelayanan darah ini mempertegas pentingnya kebijakan nasional yang mendukung penguatan sistem donor darah, edukasi publik yang berkelanjutan, serta dukungan anggaran dari pemerintah daerah. Dalam jangka panjang, dibutuhkan sistem pelayanan darah yang terintegrasi, berbasis data, dan memenuhi standar akreditasi, guna menjamin keselamatan pasien dan akses darah yang merata di seluruh wilayah.

Sementara itu, Kepala Unit Donor Darah (UDD) PMI Sulsel, dr. Miranty FP, menyampaikan bahwa dalam pertemuan kali ini, pihaknya melibatkan sekitar 150 peserta dari berbagai rumah sakit dan panitia penyelenggara donor darah.

“Tujuan utama kegiatan ini adalah membangun sinergi dan memastikan pelayanan darah sesuai standar akreditasi nasional. Sejak Januari 2024, seluruh UDD PMI wajib terakreditasi sesuai Permenkes. Kita ingin memastikan standar ini berjalan sampai ke daerah-daerah,” jelas Miranty.

Ia juga menyoroti pentingnya penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Donor, yang menyimpan data lengkap pendonor. Dengan sistem ini, kebutuhan darah dalam kondisi darurat—terutama untuk golongan darah langka seperti AB—dapat dipenuhi lebih cepat melalui pemanggilan pendonor yang telah terdaftar.

Namun demikian, Miranty menegaskan bahwa persoalan utama masih terletak pada minimnya jumlah pendonor aktif.

“Kami sadar bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui manfaat donor darah. Padahal, selain menyelamatkan nyawa, donor darah juga bermanfaat bagi kesehatan pendonornya. Untuk itu, kami sangat membutuhkan dukungan sosialisasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah,” ungkapnya.

Ia mencontohkan salah satu praktik baik saat Adnan masih menjabat sebagai Bupati Gowa, di mana kegiatan donor darah dijadwalkan secara bergilir setiap pekan di tiap kecamatan. Program ini terbukti mampu meningkatkan jumlah pendonor secara signifikan.

Sayangnya, sinergi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dinilai masih belum maksimal. Meski PMI Sulsel menerima hibah dari Pemprov untuk kegiatan kemanusiaan dan kebencanaan, kontribusi langsung terhadap pelayanan darah di UDD PMI masih sangat terbatas.

“Kami belum merasakan langsung bantuan untuk pelayanan darah. Hibah dari Pemprov umumnya ditujukan untuk kegiatan PMI provinsi, bukan untuk UDD,” keluhnya.

Saat ini, pelayanan transfusi darah di Sulsel ditopang oleh tiga institusi utama: PMI Provinsi, PMI Kota Makassar, dan UTD Dinas Kesehatan. Ketiganya bekerja secara paralel, namun belum mampu memenuhi kebutuhan darah yang ada.

“Dari ketiga lembaga tersebut, jumlah darah yang tersedia masih jauh dari target 15 ribu kantong per bulan,” tambahnya.

Kendati menghadapi berbagai keterbatasan, UDD PMI Sulsel tetap mencatatkan capaian positif. Target 2.000 kantong darah per bulan yang ditetapkan oleh pengurus PMI tahun lalu, berhasil dilampaui hingga mencapai 4.000 hingga 5.000 kantong per bulan.

“Namun, capaian itu tetap belum mencukupi jika dibandingkan dengan kebutuhan riil masyarakat,” pungkasnya. (wis)

News Feed