Di tebing curam Gunung Rinjani, empat relawan menolak pulang sebelum jasad pendaki Brasil bisa kembali ke keluarganya. Berbekal tali, tekad, dan rasa tanggung jawab, mereka menggantungkan hidup di lereng yang nyaris tak bersahabat.
Lombok Timur, 4 Juli 2025 – Tragedi pendakian menimpa seorang wanita muda asal Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani. Pada Sabtu pagi, 21 Juni, ia tergelincir ke jurang sedalam hampir 600 meter. Evakuasi yang berlangsung selama tiga hari kemudian melibatkan tim gabungan dari Basarnas, Brimob, SAR Lombok Timur, dan komunitas lokal Rinjani Squad, yang dipimpin oleh Abdul Haris Agam.
Proses evakuasi dilakukan dengan teknik rappelling dan lifting, menggunakan bor batu untuk membuat anchor di tebing, dengan tali sepanjang lebih dari seribu meter. Medan yang ekstrem, cuaca tak menentu, dan minimnya peralatan membuat misi ini menjadi salah satu yang paling berisiko.
Agam mengisahkan bahwa ia semula berada di Jakarta saat insiden terjadi. Setelah mengetahui kondisi medan dan lokasi jatuhnya Juliana, ia segera kembali dan langsung menyusun jalur evakuasi bersama tim lapangan. “Saya memang tidak di lokasi saat Juliana jatuh. Waktu itu saya masih di Jakarta,” kata Agam saat ditemui di Pos Sembalun. “Tapi begitu saya tahu lokasinya di tebing curam dan tim kesulitan akses, saya langsung pulang dan bantu susun jalur evakuasi dari bawah.”
Evakuasi mencapai puncaknya saat sebagian tim harus kembali karena risiko longsor dan keterbatasan logistik. Agam bersama tiga relawan lainnya memutuskan untuk tetap tinggal di lokasi jenazah, bermalam di tebing tanpa tenda maupun sleeping bag.