Tidak hanya kalangan milenial seperti Herman, generasi Z pun semakin akrab dengan layanan ini. Armawati (25), seorang remaja kelahiran 2000 yang kini aktif sebagai konten kreator dan bekerja lepas di industri kreatif digital, rutin menggunakan paylater untuk menunjang aktivitasnya.
“Aku sering pakai paylater untuk beli ringlight, tripod, atau upgrade kamera HP. Kadang juga untuk beli akses streaming dan alat digital lainnya,” ungkap Armawati.
Menurutnya, dengan paylater, ia tidak harus menunggu uang terkumpul dulu untuk menunjang aktivitas kreatifnya. Dalam industri kreatif yang bergerak cepat, ia merasa paylater memberikan fleksibilitas tinggi.
“Kadang ide datang tiba-tiba dan butuh alat baru buat produksi konten. Kalau tunggu gajian, bisa lewat momennya,” ujarnya.
Sosiolog Universitas Negeri Makassar (UNM), Idham Irwansyah, mengatakan bahwa tren penggunaan paylater di kalangan generasi muda tidak bisa dipahami hanya sebagai perilaku ekonomi semata. Lebih dari itu, fenomena ini mencerminkan perubahan struktur budaya konsumsi yang telah mengalami pergeseran signifikan akibat penetrasi teknologi digital dan dominasi media sosial.
“Fenomena ini tidak bisa dipisahkan dari perkembangan budaya konsumsi yang tercermin pada gaya hidup masyarakat saat ini, di mana media sosial memainkan peran besar dalam membentuk selera, aspirasi, dan bahkan standar sosial,” ujarnya.
Ia menambahkan, pengaruh media sosial tidak hanya menyasar kelas menengah dan atas, tapi juga meresap hingga ke kelas bawah yang kini mulai ikut dalam arus konsumsi simbolik. Menurut Idham, dalam budaya media sosial, konsumsi tidak lagi semata-mata tentang memenuhi kebutuhan fungsional.