Namun, seiring pertumbuhan, risiko penyalahgunaan layanan keuangan digital juga meningkat. OJK melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat telah menerima 166.258 laporan terkait dugaan penipuan sejak peluncuran pusat pelaporan ini pada November 2024 hingga Juni 2025. Dari laporan tersebut, lebih dari 267.000 rekening dilaporkan, dan 56.986 rekening berhasil diblokir.
“Total kerugian yang dilaporkan mencapai Rp3,4 triliun, sementara dana korban yang berhasil diblokir sebesar Rp558,7 miliar,” ungkap Friderica.
OJK juga telah mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan 85 peringatan tertulis dan 22 sanksi denda kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang tidak patuh terhadap regulasi. Fenomena ini menjadi pengingat bahwa akses terhadap layanan keuangan digital, termasuk paylater, harus dibarengi dengan literasi keuangan yang kuat. Tak hanya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga mereka yang tergolong mapan.
“Penting untuk memastikan bahwa kemudahan finansial tidak berubah menjadi jebakan utang, terutama ketika digunakan tanpa perencanaan yang matang,” akunya.
Ekonom dari Universitas Negeri Makassar (UNM), Sahade mengatakan, kemajuan teknologi digital telah mengubah cara masyarakat dalam mengakses pembiayaan, terutama di kalangan generasi muda. Salah satu inovasi yang paling banyak digunakan saat ini adalah sistem pembayaran tunda atau paylater.
Layanan ini dinilai mampu menjawab kebutuhan konsumsi cepat tanpa harus memiliki uang tunai. Namun, di balik kemudahannya, ada risiko yang perlahan tapi pasti menimbulkan persoalan struktural dalam keuangan pribadi dan ekonomi mikro. Dia menyoroti fenomena ini sebagai refleksi dari meningkatnya daya hidup konsumtif yang kini menjadi tren, khususnya dalam ekosistem digital.