FAJAR, JAKARTA – Nama Muhammad Riza Chalid kembali mencuat ke permukaan publik usai ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023 sebesar Rp285 triliun. Sosok pengusaha yang pernah dijuluki “The Gasoline Godfather” ini memang bukan orang asing dalam industri migas nasional.
Sebagai beneficial owner PT Orbit Terminal Merak dan PT Navigator Khatulistiwa, Riza Chalid diduga berperan besar dalam mengintervensi kebijakan tata kelola minyak Pertamina secara ilegal. Termasuk dalam penunjukan langsung penyewaan terminal BBM Merak dengan nilai kontrak yang diduga tidak menguntungkan negara.
“Yang bersangkutan ikut menyusun skema kerja sama tanpa kepemilikan terminal oleh Pertamina dan menetapkan harga kontrak sewa yang tidak rasional,” ungkap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Kamis (10/7) dalam jumpa pers.
Qohar mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan upaya paksa untuk menjemput Riza Chalid agar kembali ke tanah air. Koordinasi telah dilakukan dengan perwakilan Kejaksaan RI di Singapura.
“Kami sudah panggil tiga kali secara patut, tetapi yang bersangkutan tidak hadir. Informasi terakhir menyebutkan Riza Chalid berada di Singapura,” ujar Qohar.
Pengaruh Besar di Balik Layar
Riza Chalid selama ini dikenal sebagai pengusaha migas bertangan dingin yang menguasai jalur distribusi impor minyak ke Indonesia. Namanya melejit sebagai figur di balik aktivitas Petral (Pertamina Energy Trading Ltd), perusahaan milik Pertamina yang berbasis di Singapura—sebelum akhirnya dibubarkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2015 karena sarat praktik tak transparan.