Karena jaringan dan pengaruhnya, mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli bahkan menyebut Riza sebagai “Teo Dollar” dalam bukunya Menentukan Jalan Baru Indonesia, mengacu pada keuntungan besar yang dikabarkan mencapai USD600 ribu per hari dari bisnis migas.
Kontroversi
Riza Chalid juga tersangkut dalam skandal politik besar pada 2015, yakni kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Kala itu, ia disebut bersama Ketua DPR Setya Novanto dalam lobi-lobi meminta saham Freeport hingga 20 persen—kasus yang kemudian populer dengan sebutan “Papa Minta Saham.”
Meskipun kasus tersebut berujung pada pemakzulan Setya Novanto dari kursi Ketua DPR, Riza tidak pernah dijerat secara hukum. Bahkan sempat tidak bisa ditemukan oleh aparat.
Kerajaan Bisnis Multisektor
Tak hanya di sektor migas, Riza diketahui memiliki gurita bisnis di berbagai bidang: mulai dari KidZania, fasilitas hiburan anak di kawasan SCBD Jakarta, hingga saham di maskapai penerbangan AirAsia Indonesia melalui PT Fersindo Nusaperkasa.
Namun kini, langkah bisnis dan manuver pengaruh Riza harus berhadapan dengan hukum. Kejagung menyatakan telah tiga kali memanggil Riza secara resmi, namun ia tidak kunjung hadir. Dugaan kuat, ia berada di Singapura, dan Kejagung tengah memproses upaya paksa penjemputan melalui kerja sama internasional.
Kasus Korupsi Raksasa
Kasus korupsi yang menjerat Riza merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah Indonesia. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp285 triliun, meliputi kerugian keuangan negara dan perekonomian nasional akibat tata kelola migas yang menyimpang.