English English Indonesian Indonesian
oleh

Mewarisi Luka: Ketika Anak Lelaki Dijadikan Emas, Anak Perempuan Terluka

FAJAR, MAKASSAR – Dalam budaya Tionghoa, keberadaan anak laki-laki kerap dimaknai lebih dari sekadar penerus garis keturunan.

Ia dianggap sebagai pewaris utama nama keluarga, sosok yang kelak menjaga marga tetap hidup dalam garis patrilineal.

Namun, di balik nilai-nilai tersebut, tak jarang muncul cerita-cerita sunyi yang terabaikan—kisah anak perempuan yang merasa disisihkan.

Salah satu kisah itu datang dari Vivi A.M. Haryono, seorang pengusaha perempuan pemilik Hermin Salon yang telah puluhan tahun berdiri di Makassar.

Dalam perbincangan hangat yang diselingi senyum tipis, Vivi mengisahkan bagaimana pola asuh dalam keluarganya meninggalkan bekas luka yang mendalam.

“Saya dua bersaudara. Tapi sejak kecil, adik saya, JH, selalu lebih didahulukan. Katanya karena dia laki-laki,” ujarnya.

Vivi bukan sekadar bercerita. Ia menghidupi kisah itu—satu demi satu momen yang membuatnya merasa terpinggirkan, meskipun kontribusinya terhadap keluarga tak sedikit.

Dari membantu ibunya membangun bisnis salon hingga menjaga keberlangsungan keuangan keluarga, adik lelakinya, yang kini mengelola pabrik air mineral, hidup dengan kenyamanan yang mungkin tidak sepenuhnya dibangunnya sendiri.

Vivi menyebut, sebagian besar harta warisan ibu, termasuk rumah, ruko, dan aset lainnya, berasal dari keringatnya dan ibunya melalui Hermin Salon. Namun dalam pembagian, ia merasa tidak dilibatkan secara adil.

“Saya cari pembeli, saya yang jual, tapi dia yang atur pembagian,” katanya pelan, matanya menerawang.

Vivi juga sempat mengalami tekanan dalam penjualan tanah warisan karena harus menandatangani kesepakatan yang menurutnya memberatkan secara emosional dan personal.

News Feed