FAJAR, MAKASSAR — Pemerintah Indonesia masih membuka peluang untuk melanjutkan impor komoditas energi dari Amerika Serikat (AS). Seperti minyak mentah dan liquefied petroleum gas (LPG), meskipun Presiden AS Donald Trump telah menetapkan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap Indonesia.
Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM, Yuliot mengatakan, pemerintah masih menunggu keputusan akhir dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Terkait keberlanjutan impor ini masih diupayakan. Jadi kami lihat saja nanti bagaimana keputusan akhirnya.
Pemerintah tetap tenang menghadapi kebijakan tarif AS tersebut. Menurutnya, komunikasi telah dijalin dengan sejumlah produsen minyak global asal AS seperti ExxonMobil dan Chevron. Exxon diketahui memiliki produksi global sebesar 5,5 juta barel per hari, sedangkan Chevron mencapai 3 juta barel per hari.
Selama ini, impor minyak Indonesia dari AS banyak dilakukan melalui negara ketiga seperti Singapura. Hal ini menyebabkan catatan ekspor resmi dari AS ke Indonesia tidak selalu terlihat secara langsung.
“Mereka selama ini supply ke Singapura, sehingga dari kita tercatat impor bukan dari AS. Karena impor tidak langsung, maka data ekspornya tercatat dari negara lain,” kata Yuliot, Selasa, 8 Juli.
Ekonom Universitas Patria Artha, Bastian Lubis, menilai keputusan pemerintah untuk tetap membuka jalur impor energi dari AS merupakan langkah pragmatis. Tujuan menjaga stabilitas pasokan dan memperluas sumber energi. Namun ia mengingatkan bahwa tarif 32 persen tetap menjadi tantangan berat yang harus diantisipasi secara matang.