FAJAR, JAKARTA — Kementerian Kebudayaan (Kemenkebud) tetap melanjutkan proses penulisan ulang sejarah Indonesia meski menuai polemik di ruang publik. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan uji publik akan digelar pada Juli 2025 sebagai bentuk transparansi dan partisipasi masyarakat.
Fadli menjelaskan bahwa proses ini sudah berlangsung lebih dari tujuh bulan dan melibatkan para sejarawan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. “Yang menulis itu adalah para sejarawan, bukan politisi, bukan aktivis, bukan NGO, bukan LSM. Yang menulis sejarah adalah para sejarawan,” kata Fadli.
Penulisan ulang ini, menurutnya, tidak dimulai dari nol. Sumber-sumber sejarah lama tetap digunakan, namun akan diperkaya dengan temuan-temuan baru yang belum tercantum dalam narasi sejarah nasional. Ia mencontohkan temuan arkeologis di Leang-Leang, Sulawesi Selatan, yang menunjukkan jejak budaya berusia 51.200 tahun, serta Situs Bongal di Tapanuli Utara yang memunculkan kemungkinan masuknya Islam ke Indonesia sejak abad ke-7.
Fadli menepis anggapan bahwa proses ini bertujuan mengaburkan peristiwa sejarah tertentu, termasuk tragedi Mei 1998. Ia menyatakan bahwa penulisan ulang ini mencakup periode sejarah secara menyeluruh, dari 1,8 juta tahun lalu hingga masa kini.
“Ini yang kita tulis itu bukan khusus sejarah 98, tapi sejarah secara umum dari 1,8 juta tahun yang lalu sampai sekarang,” ujarnya.
Terkait isu penghilangan peristiwa sejarah, Fadli menegaskan keterbukaan pemerintah. Ia menyebut uji publik merupakan ruang koreksi yang dapat dimanfaatkan semua pihak. “Nggak ada yang dirahasiakan, semuanya transparan, semuanya terbuka,” katanya.