English English Indonesian Indonesian
oleh

Diskusi pra-Fesmed 2025: Saat Panggung Jurnalisme Jadi Mimbar Para Korban

FAJAR, MAKASSAR– Di pelataran benteng tua peninggalan kolonial, Fort Rotterdam, sebuah festival akan digelar. Tapi kali ini, bukan sekadar perayaan karya jurnalistik atau pertemuan para pewarta.

Festival Media (Fesmed) 2025 berubah rupa: dari panggung media menjadi mimbar perlawanan. Dari selebrasi profesi menjadi ruang kesaksian mereka yang luka.

Festival yang digagas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) itu akan berlangsung 12–14 September mendatang. Fesmed tak hanya bicara soal ekosistem media digital atau tren jurnalisme investigasi.

Tema itu memotret situasi yang lebih gelap: meningkatnya tekanan terhadap kebebasan pers dan makin kaburnya batas antara negara dan kekerasan.

“Ini saatnya menghadirkan fakta-fakta hukum yang tidak pernah masuk headline,” ungkap Firmansyah, LBH Pers Makassar membuka diskusi pra-Fesmed di Sekretariat AJI Makassar, Jalan Toddopuli 10, Sabtu, 5 Juli 2025.

Ia mencontohkan sejumlah kasus gugatan terhadap media yang dimenangkan oleh pihak penggugat. Bagi Firman, ini menandai bahwa perlindungan hukum terhadap jurnalis dan media makin tergerus.

Bagi Firmansyah, instrumen negara salah satunya aparat kepolisian mulai main terang-terangan. Kasus yang juga tak pernah sampai ke pengadilan adalah kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada tahun 2019. Kasus itu mandek, padahal sudah ada empat polisi ditetapkan tersangka.

“Instrumen negara ini mulai main terang-terangan, dalam hal kriminalisasi jurnalis,” terangnya.

Negara Tanpa Pengawasan, Aparat Semakin Bebal

Tak hanya tekanan hukum, kekerasan fisik pun masih mengintai jurnalis dan aktivis. Muhammad Ansar, Kepala Advokasi LBH Makassar, mengungkapkan aktor kekerasan paling dominan justru dari kepolisian.

News Feed