FAJAR – BANYUWANGI – Rani Komala Sari dan sang putra Fahmi Rashyid awalnya lega ketika melihat manifes penumpang KMP Tunu Pratama Jaya di Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana, Bali. Sebab, nama Putri Permatasari, sang calon menantu, tidak ada di sana.
Namun, ibunda Putri dari Banyuwangi, Jawa Timur, menelpon Rani dan meyakinkan dia kalau travel yang dinaiki sang anak ada di dalam kapal yang tenggelam di Selat Bali pada Rabu (2/7) tengah malam itu. Putri menaiki travel itu dari kampung asalnya di Rogojampi, Banyuwangi, untuk mengambil dokumen pelengkap sebagai syarat pernikahannya dengan Rashyid di KUA Jimbaran, Badung.
“Saya juga menghubungi pemilik travel di Banyuwangi dan dia memastikan juga bahwa penumpang travel atas nama Putri merupakan penumpang perempuan satu-satunya,” katanya kepada Radar Bali Grup Jawa Pos di Pelabuhan Gilimanuk kemarin (4/7).
Putri bukan satu-satunya nama korban yang hilang dari manifes. Musibah di Selat Bali ini seperti membuka kembali borok lama: betapa masih kacaunya pendataan penumpang transportasi laut, dalam kasus ini di kedua sisi Selat Bali: Gilimanuk, Jembrana, Bali; dan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur.
Data resmi menyebut ada 53 penumpang, 12 kru, dan 22 kendaraan di kapal nahas tersebut. Tapi, bahkan dari enam korban meninggal yang sudah ditemukan sampai dengan pukul 21.00, kemarin (4/7) malam saja, hanya Eko Sastriyo yang terdaftar dalam manifes. Begitu juga mereka yang selamat dan telah dievakuasi, temuan Radar Bali Grup Jawa Pos, banyak yang tidak masuk daftar resmi.