FAJAR, BULUKUMBA – Ketika menikah, hal yang disyukuri tak hanya punya pasangan baik saja, akan tetapi, juga mertua baik. Punya mertua penyayang dan baik itu impian semua orang.
Namun itu tidak dirasakan Donwori, warga Kecamatan Ujung Loe, Bulukumba, Sulsel. Sejak suaminya, Donjuan, merantau, ia tak diperlakukan baik oleh kedua mertuanya. Ia selalu dianggap beban. Parahnya lagi, hampir semua kerabat suaminya ikut memusuhinya.
Donwori pasrah atas perlakuan itu. Donwori mencerikan, ia menikah sejak tujuh tahun lalu, tepatnya tahun 2018. Setelah menikah, ia sempat merantau bersama suaminya. Namun tak lama kemudian Donwori memutuskan pulang ke rumah mertuanya di Desa Padang Loang, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba.
Donwori tinggal bersama mertua karena belum punya rumah. Suami tak pernah pulang, awalnya rukun-rukun saja dengan mertua. Namun beberapa bulan kemudian mertuanya berubah. Ia membatasi ruang gerak menantunya. Donwori tak boleh ke mana-aman, termasuk tak boleh bertemu keluarganya.
Sejak merantau, Donjuan tak pernah mengirim uang. Donwori dinafkahi mertua, itu dianggap beban. Jangankan nafkah batin, nafkah lahir pun tak ia dapatkan. Sejak saat itu, ia tak lagi berkomunikasi dengan suaminya, sudah delapan bulan lamanya. “Saya tidak pernah dapat hak sebagai seorang istri,” ujar Donwori.
Akibat tekanan batin itu, Donwori akhirnya melawan. Ia tak patuh lagi sama mertua, ia keluar rumah dan menemui keluarganya di Ujung Loe. Sang mertua menelepon Donwori, ia diminta pulang secepatnya. Saat sampai di rumah, kemarahan mertua memuncak. Pakaian Donwori sudah ada di teras, hanya terbungkus sarung.