English English Indonesian Indonesian
oleh

Di Hadapan Komisi X DPR RI, Prof Akin Duli: Sudah Saatnya Catatan Sejarah Indonesia Diperbaharui

FAJAR, MAKASSAR-Universitas Hasanuddin menerima kunjungan kerja Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2024–2029 dalam rangka pengumpulan masukan akademik, historis, dan budaya terkait penulisan sejarah Indonesia. Kegiatan ini berlangsung pada Kamis (3/7) di Ruang Rapat A, Gedung Rektorat Unhas, Kampus Tamalanrea.

Mewakili Rektor Unhas, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Alumni, dan Sistem Informasi, Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum., menyambut langsung kehadiran rombongan Komisi X DPR RI yang dipimpin oleh H. Lalu Hadrian Irfani, S.T., selaku Wakil Ketua Komisi X.

Turut hadir anggota Komisi X lainnya, yaitu I Nyoman Parta, S.H., Once Mekel, S.H., Ir. H. La Tinro La Tunrung, Drs. H. Andi Muawiyah Ramly, M.Si., dan Hj. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si., M.Psi.T.

Dari pihak Unhas, kegiatan ini juga dihadiri oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Dr. Andi Muhammad Akhmar, S.S., M.Hum., bersama jajaran wakil dekan, para akademisi, ahli sejarah, dan budayawan yang memiliki kompetensi di bidangnya.

Dalam sambutannya, Prof. Farida menyampaikan dukungan Unhas terhadap inisiatif penulisan kembali sejarah Indonesia. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang objektif, transparan, serta berbasis data dan metodologi ilmiah.

“Kita ingin memberikan masukan yang objektif dan metodologis guna menyempurnakan gagasan pemerintah dalam penulisan sejarah Indonesia hari ini,” jelas Prof. Farida

Ia juga menyebutkan kontribusi Unhas dalam penemuan berbagai situs sejarah, seperti Situs Besse di Sulawesi Selatan, yang memperkaya khazanah sejarah nasional.

“Penulisan sejarah harus melibatkan kajian yang mendalam dan lintas perspektif. Hari ini menjadi ruang berdiskusi bersama para ahli dan pakar yang diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran sesuai harapan bersama,” tutupnya.

Diskusi ini dipimpin langsung oleh H. Lalu Hadrian Irfani, S.T., yang menjelaskan bahwa proses penulisan sejarah Indonesia ke depan akan melibatkan uji publik yang diprakarsai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

“Kami menyadari bahwa sejarah bukanlah milik pemerintah atau kelompok tertentu semata, melainkan milik seluruh bangsa. Oleh karena itu, partisipasi berbagai elemen masyarakat, terutama para pelaku sejarah, akademisi lokal, budayawan, dan komunitas adat sangat diperlukan agar narasi yang dihasilkan benar-benar mencerminkan keragaman memori kolektif bangsa,” ungkapnya.

Kunjungan ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan Komisi X untuk memastikan bahwa proses penulisan sejarah nasional dilakukan secara terbuka, partisipatif, dan akuntabel secara ilmiah, dengan melibatkan para pemangku kepentingan sejarah dan kebudayaan.

Pertemuan ini juga merupakan tindak lanjut dari audiensi Komisi X bersama Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) pada 19 Mei 2025 melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Sebagai respons, Komisi X mengundang Kementerian Kebudayaan dalam Rapat Kerja (26 Mei 2025) untuk mendengarkan penjelasan resmi mengenai rencana penulisan sejarah nasional.

Komisi X menegaskan bahwa penulisan sejarah Indonesia harus dilakukan secara teliti, hati-hati, dan inklusif, serta melibatkan berbagai pihak yang memiliki kompetensi dan kepentingan terhadap sejarah bangsa.

Proyek penulisan sejarah Indonesia yang tengah disusun saat ini melibatkan 113 penulis dan 20 editor dari berbagai latar belakang keilmuan dan wilayah.

Penulisan ini dirancang dalam 11 jilid yang mencakup periode sejarah Indonesia secara menyeluruh, yaitu:

  1. Sejarah Awal Nusantara
  2. Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina
  3. Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah
  4. Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi
  5. Respons terhadap Penjajahan
  6. Pergerakan Kebangsaan
  7. Perang Kemerdekaan Indonesia
  8. Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi
  9. Orde Baru (1967–1998)
  10. Era Reformasi (1999–2024)
  11. Faktaneka dan Indeks

Komisi X memandang bahwa narasi sejarah yang beredar saat ini belum sepenuhnya mencerminkan fakta sejarah secara komprehensif. Oleh karena itu, keterlibatan aktif pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci agar sejarah nasional tidak menjadi narasi tunggal atau instrumen legitimasi kekuasaan.

Dalam pengantar diskusi, Prof. Dr. Akin Duli, M.A., selaku perwakilan Fakultas Ilmu Budaya Unhas sekaligus arkeolog yang dikenal sebagai penemu kerangka manusia purba tertua di Sulawesi yang diberi nama Besse, menyampaikan pandangannya terkait pentingnya pembaruan sejarah nasional.

Ia menjelaskan bahwa sejauh ini penulisan sejarah nasional terakhir diperbarui pada tahun 2008. Setelah itu, belum ada pembaruan menyeluruh, padahal dalam kurun waktu dua dekade terakhir telah banyak riset dan temuan ilmiah yang signifikan dari para peneliti di berbagai bidang keilmuan.

“Dalam 20 tahun terakhir, begitu banyak temuan dan hasil penelitian dari para ilmuwan yang sangat penting untuk dimasukkan dalam narasi sejarah nasional. Namun sejak pembaruan terakhir pada 2008, belum pernah ada upaya komprehensif untuk memperbarui isi sejarah Indonesia,” ungkapnya.

Prof. Akin menekankan bahwa sejarah bukanlah sesuatu yang statis, melainkan harus terus dikembangkan dan diperbaharui sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan temuan-temuan terbaru.

“Masukan dari kalangan akademisi dan peneliti sangat diperlukan untuk menghadirkan sejarah yang tidak hanya faktual, tetapi juga merepresentasikan kekayaan pengetahuan dan budaya bangsa dari berbagai perspektif,” tambahnya. (*/)

News Feed