FAJAR, JAKARTA – Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai menerapkan kebijakan pungutan pajak terhadap pelaku usaha yang berjualan melalui platform e-commerce. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-12/PJ/2025, yang resmi berlaku sejak 22 Mei 2025.
Kebijakan ini menyasar pedagang yang aktif di platform digital seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan marketplace lainnya yang memfasilitasi jual beli secara daring.
Pedagang yang dikenakan kewajiban pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah mereka yang memenuhi salah satu dari dua kriteria utama, yaitu:
- Memiliki nilai penjualan lebih dari Rp600 juta per tahun atau Rp50 juta per bulan.
- Memiliki jumlah kunjungan toko online (traffic) lebih dari 12.000 pengakses per tahun atau 1.000 pengakses per bulan.
Batasan ini diatur dalam Pasal 4 peraturan tersebut, dan menjadi acuan dalam penentuan status kewajiban pajak pedagang online.
Pungutan PPN tidak dilakukan langsung oleh penjual, melainkan oleh marketplace yang ditunjuk secara resmi oleh DJP sebagai pihak lain. Dalam hal ini, pihak seperti Shopee, Tokopedia, Lazada dll yang bertindak sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor PPN kepada negara.
Menurut Pasal 3 ayat (1), penunjukan dilakukan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan hanya berlaku bagi pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang memenuhi kriteria tertentu.
Besaran PPN yang dikenakan mengikuti nilai transaksi, dengan tarif perhitungan sebesar 11/12 dari nilai pembayaran yang diterima dalam setiap transaksi. Pungutan ini otomatis terjadi pada saat pembeli melakukan pembayaran di platform e-commerce yang ditunjuk.
Pedagang yang dikenai pajak akan menerima bukti pungutan berupa salah satu dari dokumen berikut: