FAJAR, MAKASSAR-Di tengah upaya Komisi V DPR RI mengakomodasi aspirasi pengemudi transportasi online melalui RUU Transportasi Online, Kementerian Perhubungan justru berencana merevisi Kepmenhub Nomor KP 564/2022 tentang tarif ojek online.
Rencana revisi ini dinilai bukan jawaban atas tuntutan utama para pengemudi terkait potongan 10% yang seharusnya berlaku dan menempatkan pengemudi serta operator aplikasi pada posisi yang setara.
Direktur LOHPU (Lembaga Opini Hukum Publik), Aco Hatta Kainang, menyatakan bahwa revisi keputusan menteri ini bukanlah solusi. Seharusnya, pemerintah bersama DPR segera mendorong RUU Transportasi Online masuk dalam Prolegnas Prioritas.
Hatta Kainang menyoroti bahwa kebijakan Kementerian Perhubungan cenderung membela posisi aplikator. Kenaikan tarif akan berdampak pada konsumen atau masyarakat pengguna. Seharusnya, Kementerian Perhubungan melakukan audit komprehensif terhadap pendapatan dan potongan aplikator. Audit ini dapat dilakukan oleh BPK atau melalui audit forensik berbasis digital.
LOHPU menegaskan bahwa potongan-potongan oleh aplikator belum pernah diuji melalui audit yang tuntas. Kementerian Perhubungan dinilai cenderung membela aplikator transportasi online, padahal seharusnya menuntaskan masalah potongan tinggi ini.
LOHPU meminta pemerintah untuk mendorong RUU Transportasi Online, bukan hanya merevisi keputusan atau peraturan menteri yang berujung pada kenaikan tarif. Menurut Kainang, kenaikan tarif bukanlah jalan keluar yang baik. LOHPU menilai bahwa pemotongan tinggi oleh aplikator adalah “penyakit” yang harus dioperasi hingga hilang, bukan hanya diberi “obat” berupa kenaikan tarif.
LOHPU juga mendesak Komisi V DPR RI untuk mempertanyakan rencana revisi keputusan menteri perhubungan ini, mengingat janji yang telah disampaikan kepada para pengemudi online beberapa waktu lalu. Undang-undang dinilai sebagai solusi nyata untuk membantu para pengemudi ojek online yang terus berjuang melalui demonstrasi demi pemotongan yang lebih rendah dan transparansi. (*/)