English English Indonesian Indonesian
oleh

Luruskan Ideologi Kader, Prof KH Bustari: Muhammadiyah Harus Mliki Ilmu Pengetahuan dan Pemahaman Agama yang Kuat

FAJAR, PALOPO — Puluhan pengurus Muhammadiyah dari Kabupaten Luwu dan Kota Palopo mengikuti kegiatan pengkaderan Baitul Arqam yang digelar di Muhammadiyah Convention Center (MCC), Universitas Muhammadiyah Palopo, Sabtu, 28 Juni 2025.

Para peserta terdiri dari tokoh agama, akademisi, politisi, dan pengusaha. Di antaranya adalah Pimpinan Pondok Pesantren Muhammadiyah Salutabang Ustaz Amiruddin Bakry, mantan Rektor UM Palopo Prof Dr Salju Sanuddin SE, MM, mantan anggota DPRD Sulsel Dr Husmaruddin, dosen UIN Palopo Dr Nurdin K, serta pengusaha Haji Kemal Eden Abubakar SE. Hadir pula para tokoh agama dan pengurus Muhammadiyah dari seluruh wilayah Luwu Raya.

Pengurus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Prof Dr KH Bustari Busro, menjelaskan bahwa pengkaderan Baitul Arqam ini bertujuan untuk menyatukan pemahaman ideologi kader Muhammadiyah di semua tingkatan, mulai dari daerah hingga cabang.

“Kita ingin menyatukan ideologi kader agar selaras dengan nilai-nilai dan ideologi Muhammadiyah,” ujar Prof Bustari.

Ia menegaskan bahwa Muhammadiyah memiliki pedoman ideologis tersendiri, dan para kader tidak boleh berbeda arah pemikiran. Menurutnya, penting bagi kader untuk memahami bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang tidak berafiliasi pada mazhab tertentu.

“Muhammadiyah tidak bermazhab. Kader Muhammadiyah harus memiliki ilmu pengetahuan dan pemahaman agama yang kuat,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kemandirian ekonomi. Menurutnya, kader Muhammadiyah tidak boleh terjebak dalam kemiskinan dan harus bangkit secara ekonomi.

“Ustaz Muhammadiyah tidak boleh mengatakan Nabi Muhammad SAW miskin. Faktanya, beliau menikah dengan Khadijah dengan mahar yang tinggi. Khadijah adalah pengusaha perempuan sukses pada masanya,” ungkap Prof Bustari.

Ia mendorong agar kader Muhammadiyah mengambil peran sebagai pelaku usaha dan menjadi penggerak ekonomi umat. Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengulas sejarah kolonialisme Belanda yang menurutnya secara sistematis melemahkan pribumi dalam sektor ekonomi, sehingga menjadi penonton di negeri sendiri.

Prof Bustari menegaskan bahwa Muhammadiyah Pusat saat ini telah memberi perhatian besar pada persoalan ekonomi umat, sebagai bagian dari upaya memperkuat kemandirian dan kesejahteraan kader. (shd)

News Feed