Pencalonan Zohran sebagai Wali Kota New York dari Partai Demokrat bukan hanya soal ambisi politik. Ia mengusung platform perubahan struktural: perumahan terjangkau, reformasi kepolisian, dan penolakan keras terhadap kebijakan luar negeri AS yang mendukung Israel tanpa syarat.
Salah satu sikap paling kontroversial Zohran adalah seruannya agar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ditangkap atas kejahatan perang. Pernyataan itu viral dan memicu reaksi keras, termasuk dari mantan Presiden Donald Trump yang secara terbuka mengecamnya.
Trump bahkan menyebut Zohran sebagai “ancaman bagi keamanan nasional”, menggambarkannya sebagai representasi dari sayap kiri ekstrem Partai Demokrat. Sikap itu memicu polarisasi di antara warga New York: ada yang menganggap Zohran simbol harapan baru, ada pula yang menyebutnya terlalu radikal.
Identitas Zohran sebagai Muslim Syiah juga kerap jadi sorotan. Di tengah iklim Islamofobia yang masih kental di sebagian kalangan, ia berdiri tegas dengan prinsipnya—baik dalam hal spiritualitas maupun advokasi keadilan sosial.
“Saya tidak ingin sekadar menjadi Muslim pertama di jabatan ini. Saya ingin membawa nilai-nilai keadilan, empati, dan keberanian ke ruang publik,” ujar Zohran dalam salah satu pidatonya.
Keberaniannya melawan arus membuat Zohran mendapat banyak dukungan dari generasi muda dan kelompok minoritas. Meski dituding sebagai sosok ekstrem oleh lawan-lawannya, ia justru dianggap representasi otentik dari suara yang selama ini terpinggirkan dalam politik arus utama AS.