English English Indonesian Indonesian
oleh

Fahri Bachmid: Putusan MK Soal Pemilu Nasional dan Lokal, Perpanjangan Masa Jabatan DPRD Jadi Opsional

FAJAR, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa mulai tahun 2029, pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) yang sesuai dengan konstitusi adalah dengan memisahkan pemilu nasional dari pemilu lokal. Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Sementara itu, pemilu lokal mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah, yakni gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya.

Putusan ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan dibacakan dalam Sidang Pleno MK yang digelar pada Kamis, 26 Juni 2025.

Menanggapi putusan tersebut, pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia, Dr. Fahri Bachmid, menilai bahwa isu keserentakan pemilu sesungguhnya telah menjadi bagian dari diskursus konstitusional yang panjang.

Ia menyebut, persoalan ini telah dibahas dan diputuskan sejak Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, yang kemudian diperkuat melalui Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019. Dalam putusan-putusan tersebut, MK telah menetapkan sejumlah varian model keserentakan pemilu yang dianggap tetap konstitusional menurut UUD 1945.

Menurut Fahri, MK sejatinya telah memberikan panduan konstitusional (constitutional guide) mengenai berbagai bentuk keserentakan, mulai dari pelaksanaan pemilu nasional dan lokal secara bersamaan, hingga pemisahan pelaksanaannya dalam waktu berbeda.

Ia menegaskan bahwa pilihan model mana yang akan diambil menjadi kewenangan pembentuk undang-undang. Sayangnya, hingga saat ini belum ada perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk mengakomodasi arah baru sebagaimana yang ditetapkan oleh MK.

News Feed