“Yang lebih sedihnya adalah satu bulan saya menempati rumah itu, saya sudah diusir orang. Saya sudah disomasi untuk meninggalkan rumah saya. Karena ternyata rumah saya adalah ada pemilik pertamanya. Dan developernya menjual kembali kepada saya dan saya sudah membelinya secara cash,” ungkapnya.
Sementara, Emi mengaku membeli rumah itu cash dengan harga Rp550 juta. Menurutnya, uang itu bukan sedikit karena harus menabung dari nol.
“Dan itu adalah rumah saya untuk membesarkan anak-anak saya. Itu menurut saya adalah rumah harapan kami. Tapi pada akhirnya, jika kami harus kehilangan rumah itu, itu akan menjadi pukulan berat untuk kami, dan kami tidak tahu lagi harus bagaimana,” ucap Emi terisak-isak.
Emi dan warga lainnya mengaku merasa dipermainkan. Saat awal membeli, mereka hanya diperlihatkan foto sertifikat.
Dijanjikan akan selesai dalam enam hingga delapan bulan. Akan tetapi sebelum janji itu ditepati, Asraf sang pengembang keburu terseret kasus hukum.
Di situ warga sudah sangat khawatir dan tak tahu mau ke mana. Saat mendatangi kantor developer, tutup, staf menghilang, bahkan rumah pribadi sang direktur tak bisa diakses warga.
“Sampai kita ke rumahnya pun kita tidak dibukakan gerbang. Kita seperti sampah, diusir-usir. Padahal hak kami yang kami kejar,” katanya.
Mendengarkan langsung kisah-kisah pilu itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Makassar, Fasruddin Rusli, mengaku terkejut dan prihatin. Ia menyebut apa yang terjadi di Aerohome bukan sekadar kekeliruan, tetapi indikasi kuat tindak penipuan besar-besaran.