FAJAR, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengakhiri skema pemilu serentak penuh yang selama ini diterapkan. Dalam putusan penting yang dibacakan Kamis (26/6/2025), MK menyatakan bahwa pemilihan umum nasional dan pemilihan kepala daerah tidak lagi boleh digelar dalam waktu yang bersamaan.
MK memutuskan bahwa pemilu nasional—meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden—harus dilaksanakan terpisah dari pemilu daerah, yakni pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota, serta gubernur, bupati, dan wali kota. Kedua pemilihan tersebut harus dipisahkan oleh jeda paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan.
Putusan tersebut merupakan respons atas permohonan uji materi yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Organisasi ini menilai bahwa pemilu serentak penuh menimbulkan beban administratif dan logistik yang tidak proporsional, serta melemahkan efektivitas demokrasi lokal.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 dalam sidang pleno terbuka di Gedung MK, Jakarta.
MK menyatakan bahwa pasal-pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai sebagai dua tahapan pemilu terpisah. Dengan demikian, pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden tetap dilakukan serentak secara nasional, namun pemilu daerah harus mengikuti pada waktu berikutnya.
Putusan ini akan berdampak langsung pada peta jadwal elektoral Indonesia, mulai dari pemutakhiran undang-undang hingga desain logistik dan strategi kampanye partai politik.