FAJAR, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk membatalkan legalitas ekspor pasir laut sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023. Putusan ini dinilai sebagai koreksi konstitusional terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai berisiko tinggi terhadap kelestarian lingkungan laut.
Putusan tersebut dihasilkan dari uji materi yang diajukan oleh Muhammad Taufiq, seorang dosen asal Surakarta. Dalam pertimbangannya, MA menegaskan bahwa sejumlah pasal dalam PP 26/2023 bertentangan dengan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang menekankan pada prinsip perlindungan dan pelestarian ekosistem laut.
“Pengaturan dalam objek permohonan yang melegalkan penambangan pasir laut justru bertolak belakang dengan maksud ketentuan Pasal 56 UU Kelautan,” tulis MA dalam putusan Nomor 5 P/HUM/2025 yang dibacakan pada 2 Juni 2025.
Dalam amar putusannya, MA menyatakan bahwa pengaturan ekspor hasil sedimentasi berupa pasir laut adalah kebijakan yang “terburu-buru dan tidak mempertimbangkan aspek kehati-hatian.”
Langkah ini disebut sebagai bentuk pengabaian tanggung jawab negara dalam menjaga daya dukung ekosistem laut, terutama di kawasan pesisir yang rawan abrasi seperti pesisir utara Pulau Jawa.
Putusan MA ini secara tegas memerintahkan Presiden sebagai termohon untuk mencabut Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) dalam PP tersebut serta mempublikasikan pencabutannya dalam Berita Negara. Presiden juga dihukum membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta.
Joko Widodo saat menjabat presiden sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan ekspor yang dibuka kembali bukan untuk pasir laut, melainkan untuk “hasil sedimentasi” yang dianggap mengganggu jalur pelayaran. Meski secara bentuk menyerupai pasir, pemerintah menyebut sedimen memiliki peran berbeda.