FAJAR, TANGERANG – Pemerintah Republik Indonesia berhasil memulangkan 48 Warga Negara Indonesia (WNI) dari Iran, Rabu (25/6/2025), menyusul eskalasi konflik bersenjata yang meningkat tajam di kawasan tersebut.
Salah satu WNI yang dievakuasi, Sultan Fathoni (43), menceritakan pengalaman dramatisnya selama proses pemulangan. Sultan, mahasiswa asal Samarinda, Kalimantan Timur, yang telah tinggal di Kota Masyhad, Iran, selama 3,5 tahun, mengatakan perjalanan evakuasi berlangsung selama enam hari penuh—melelahkan secara fisik maupun emosional.
Saat tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Sultan tampak berjalan tertatih bersama istri dan dua anaknya. Matanya terlihat memerah, menggambarkan betapa beratnya proses keluar dari zona konflik.
“Baru kali ini kami merasakan suasana yang tidak kondusif di Iran. Pemerintah Iran sudah mengumumkan bahwa negara dalam keadaan perang,” ujar Sultan.
Ia menjelaskan bahwa sejumlah akses dibatasi oleh pemerintah Iran, termasuk jaringan internet yang “dinasionalisasi.” Menurut Sultan, hanya aplikasi dan situs lokal buatan Iran yang bisa diakses. Situs-situs internasional diblokir sepenuhnya.
Salah satu alasan kuat Sultan mengikuti proses evakuasi yang difasilitasi KBRI Teheran adalah kekhawatiran akan keselamatan keluarganya. Meski di wilayah tempat tinggalnya tidak terdengar ledakan bom, serangan drone sempat menyasar Bandara Masyhad, yang hanya berjarak 10 menit dari rumahnya.
“Kami beruntung, saat serangan terjadi, kami sudah keluar dari kota. Tapi dua hari setelah kami meninggalkan Iran, beberapa kota malah diserang lagi, baik oleh Israel maupun Amerika Serikat,” tambahnya.