English English Indonesian Indonesian
oleh

Pembahasan RUU KUHAP, LOHPU: DPR RI – Pemerintah Wajib Atur Ketat Kewenangan Lembaga Penyelidikan & Penyidikan

FAJAR, JAKARTA– Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) telah memasuki tahap akhir. Komisi III DPR RI telah menyelesaikan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan tengah membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) bersama pemerintah.

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, menyebutkan bahwa terdapat sekitar 6.000 DIM dalam RUU KUHAP, yang menunjukkan tingginya dinamika dan kompleksitas pasal-pasal dalam rancangan undang-undang tersebut.

Menanggapi hal ini, Lembaga Opini Hukum Publik (LOHPU) menekankan pentingnya pengaturan secara ketat terhadap kewenangan lembaga penyelidikan dan penyidikan dalam RUU KUHAP. Hal ini disampaikan dalam rilis resmi LOHPU pada Selasa, 24 Juni 2025 di Jakarta.

Menurut Direktur LOHPU, Aco Hatta Kainang, SH, kewenangan lembaga penyelidik dan penyidik menjadi titik krusial yang kerap memicu konflik, baik di antara aparat penegak hukum, pencari keadilan, maupun publik. “Setiap peristiwa pidana yang menyita perhatian publik akan selalu menyoroti proses penyelidikan dan penyidikannya. Karena itu, pengaturan kewenangan lembaga tersebut harus menjadi perhatian serius DPR dan pemerintah,” ujarnya.

LOHPU juga meminta agar yurisprudensi Mahkamah Konstitusi (MK) dijadikan acuan dalam merumuskan pasal-pasal RUU KUHAP. Tercatat, sejak 2010 hingga saat ini, terdapat sekitar 40 perkara uji materi terkait UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang diputuskan MK. Sebagai penjaga konstitusi, putusan MK seharusnya menjadi rujukan dalam penyusunan aturan baru.

“Kewenangan lembaga seperti POLRI, Kejaksaan, dan KPK harus diatur secara ketat. Jangan sampai terjadi persaingan tidak sehat antar-lembaga penegak hukum yang justru menimbulkan rivalitas, adu kuasa, dan kompetisi semu yang tidak etis,” tegas Aco.

Ia menambahkan, kontrol atas kewenangan mutlak diperlukan demi memberikan kepastian hukum, keadilan, dan perlindungan hak asasi manusia bagi pencari keadilan. Tanpa pengawasan ketat, dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) bahkan praktik jual-beli kewenangan (trading of authority).

“RUU KUHAP harus menjamin keadilan substantif dan prosedural. Jika memberikan kewenangan besar, maka wajib disertai mekanisme kontrol yang jelas dan efektif. Bila tidak, kewenangan tersebut harus dibatasi,” tambahnya.

LOHPU berharap DPR RI tetap menggunakan perspektif objektif dan menjunjung tinggi kepentingan publik dalam pembahasan DIM RUU KUHAP, tanpa terjebak pada konfigurasi politik semata. (*)

News Feed