English English Indonesian Indonesian
oleh

Slow Living

SuarA: Nurul Ilmi Idrus

Istilah slow living belakang ini menjadi trendi, baik di dunia nyata, apalagi di dunia maya. Menurut Mr. Wiki, slow living adalah gaya hidup yang mendorong pendekatan yang lebih lambat terhadap aspek-aspek kehidupan sehari-hari, yang melibatkan penyelesaian tugas atau melakukan aktivitas lainnya dengan kecepatan yang santai. Tak salah jika slow living seringkali disalahpahami sebagai gaya hidup bermalas-malasan atau anti kerja keras. Padahal slow living adalah tentang mengambil kendali atas hidup kita. Ini berbanding terbalik dengan gaya hidup kekinian yang cenderung serba cepat dan penuh kesibukan, bahkan hingga melampaui batas kemampuan, hidup seakan-akan terus berlari, segala sesuatunya dilakukan dengan serba cepat dan tergesa-gesa (fast living). Ini cukup beralasan karena kita dibesarkan dalam budaya yang mengagumkan kecepatan dan dari kecil kita diajarkan “siapa cepat, dia dapat.” Padahal kecepatan tanpa arah itu melelahkan. Namun, slow living bukan sekedar tren, tapi sesuatu yang dibutuhkan.

Kenapa slow living dibutuhkan? Mereka yang telah mempraktekkannya mengemukakan beberapa alasan kenapa slow living itu dibutuhkan. Pertama, slow living mengajarkan kita untuk berfokus bukan pada kesibukan, tapi pada prioritas (apa yang benar-benar penting dan berharga bagi kita), bukan agar kelihatan sibuk seakan sibuk identik dengan produktif. Kedua, slow living membuat kita kreatif dan berpikir panjang. Kreativitas membutuhkan ruang, baik ruang fisik, maupun ruang di kepala kita, sementara berpikir panjang dibutuhkan untuk memutuskan sesuatu secara bijak. Ketiga, slow living membuat kita lebih bijak dalam mengelola uang dan waktu karena kita mengendalikan antara keinginan dan tindakan, apakah itu keinginan sesaat, keinginan karena takut ketinggalan (FOMO), atau kebutuhan. Ibarat mendapatkan super power, kita diberi kekuatan untuk mengontrol keinginan dan fokus kita yang akhirnya mengontrol arah hidup kita. Keempat, slow living meningkatkan hubungan sosial dan jaringan dimana waktu dan kehadiran menjadi dua hal penting untuk membangun hubungan sosial yang baik dan jaringan yang menggurita bukan sekedar lewat di kehidupan orang lain, sehingga kaya dan bahagia tinggal tunggu waktu karena kita melakukan kerja cerdas, bukan kerja keras. Kelima, slow living membuat orang sehat dan sehat merupakan aset yang paling berharga. Slow living mengajarkan kita untuk tidak memperlakukan badan seperti mesin atau alat kerja bukan partner kerja, sehingga itu menjadi racun yang merusak badan. Akibatnya, cepat atau lambat penyakit serius berdatangan dan saat itu kita baru menyadarinya. Padahal tubuh membutuhkan istirahat, makanan yang benar, dan momen yang tenang.

Slow living membuat kita seperti sniper, tenang, fokus, dan tepat sasaran. Kita lebih terfokus pada kehidupan yang lebih santai, sederhana, sadar akan waktu dan keadaan di sekitarnya. Dengan slow living kita akan berfokus untuk menikmati proses dan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas karena kita hidup dalam ritme yang lebih sehat, dan lebih manusiawi. Kesehatan bukan sekedar kesehatan fisik, tapi juga kesehatan mental. Jika fisik dan mental kita sehat, maka mata lebih cepat melihat peluang. Ibarat membersihkan jalanan macet di otak  kita, begitu jalanan bersih, mobil-mobil ide itu bisa melintas dengan bebas. 

Dengan hidup ala slow living, kita memberikan kesempatan untuk mengenal diri sendiri secara lebih mendalam, melatih kesabaran dan ketangguhan mental, belajar bersyukur dari hal-hal sepele, menyadari bahwa hidup bukan kompetisi, dan bahkan menjadi inspirasi bagi orang lain yang sedang  berjuang. What do you think?

News Feed