“Data menunjukkan bahwa sekitar 60 persen cadangan nikel dunia ada di Indonesia, dan 70 persen dari itu terkonsentrasi di Sulawesi. Ini artinya, Indonesia, terutama Sulawesi, berada di jantung industri baterai global masa depan. Tapi kita tidak bisa memanfaatkannya tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat lokal,” kata Prof Adi.
Lebih jauh, Prof Adi menekankan bahwa perusahaan seperti PT Vale memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi pelopor praktik pertambangan yang lebih hijau dan bertanggung jawab.
Ia menyambut baik inisiatif Vale dalam mempercepat transformasi hijau melalui investasi teknologi dan penguatan sistem manajemen lingkungan, namun mengingatkan bahwa proses transformasi itu harus menyentuh semua dimensi: lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi.
“Pemanfaatan nikel harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Kita harus menyadari bahwa di balik setiap ton logam yang diambil, ada ekosistem yang berubah. Jika kita ingin masa depan hijau, maka proses pengambilannya pun harus hijau,” tegasnya. (edo/dir)