“Prinsipnya, kami tidak hanya mematuhi regulasi nasional, tetapi juga mengacu pada standar internasional seperti Prinsip ICMM (International Council on Mining and Metals), standar IFC (International Finance Corporation), serta sertifikasi ISO 14001:2015,” ujarnya.
Sebagai bagian dari MIND ID, holding industri pertambangan BUMN, PT Vale turut menerapkan metode Life Cycle Assessment (LCA) untuk mengukur dampak lingkungan di setiap tahap produksi. Selain itu, pendekatan seperti Preliminary Risk Analysis, Aspects Assessment, dan Change Management menjadi bagian penting dalam upaya mitigasi dini terhadap potensi kerusakan lingkungan.
Keberlanjutan dalam industri ekstraktif tak akan mungkin dicapai tanpa melibatkan para pemangku kepentingan. PT Vale secara aktif menggelar konsultasi publik dalam penyusunan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Di luar itu, perusahaan juga menjalankan penilaian Environmental and Social Impact Assessment (ESIA) sebagai pendekatan yang lebih komprehensif.
Komitmen terhadap tanggung jawab lingkungan tersebut ditopang oleh anggaran yang signifikan. Pada tahun 2024, PT Vale mengalokasikan dana sebesar USD28,4 juta khusus untuk pengelolaan lingkungan—mulai dari teknologi hijau, riset dampak ekologis, hingga kegiatan rehabilitasi.
Wakil Rektor IV Universitas Hasanuddin sekaligus pakar geologi sumber daya, Prof Adi Maulana, mengatakan nikel adalah salah satu komoditas paling strategis dalam transisi energi global menuju kendaraan listrik dan energi rendah karbon. Indonesia khususnya Pulau Sulawesi memegang peranan sentral dalam hal ini.