FAJAR, SOROWAKO — Tahun lalu menjadi fase penuh tantangan bagi PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Terutama dalam hal kinerja lingkungannya.
Sejumlah indikator menunjukkan peningkatan tekanan. Mulai emisi membesar, konsumsi energi naik, volume limbah B3 meningkat, dan target reklamasi menurun. Namun alih-alih terpuruk, perusahaan tambang nikel terbesar di Indonesia ini memilih menjadikan tantangan itu sebagai pemicu percepatan transformasi menuju operasi lebih ramah lingkungan.
“Untuk memproduksi volume nikel matte yang sama, dibutuhkan konsumsi energi yang lebih besar akibat kandungan nikel yang lebih rendah dan kelembaban yang lebih tinggi,” kata Abu Ashar, Direktur & Chief Operation and Infrastructure Officer PT Vale.
Menurut Abu Ashar, kombinasi penggunaan bijih dengan kadar nikel lebih rendah dan curah hujan tinggi menjadi faktor utama yang menekan efisiensi. Namun, respons PT Vale tidak berhenti pada pengakuan masalah.
Sejumlah langkah konkret telah diluncurkan, termasuk pengembangan teknologi ore dewatering untuk mengurangi kadar air pada bijih sebelum diproses, pemanfaatan panas limbah (waste heat) sebagai sumber energi alternatif, serta uji coba penggunaan biomassa sebagai energi pengganti batu bara.
Komitmen Vale untuk mengelola dampak operasional secara berkelanjutan tertuang dalam Kebijakan Keberlanjutan perusahaan dan didukung oleh sistem Environmental Management System (EMS) yang terintegrasi. Sistem ini mencakup seluruh siklus pertambangan dari eksplorasi, produksi, hingga
reklamasi pasca-tambang.