Pertama, melalui Adahi, perusahaan penyembelihan dan pengelolaan hewan yang diberikan mandat oleh Kerajaan untuk mengelola kurban dan hadyu.
“Kita sudah berdiskusi banyak tentang itu. Kami juga sampaikan kebijakan kita sejak sebulan yang lalu kepada Kerajaan, bahwa di Indonesia masih ada yang memungkinkan untuk menyembelih dam di Tanah Air melalui Baznas,” sebut Hilman.
Hilman juga mengaku sudah menyampaikan pesan ini kepada seluruh jemaah untuk bisa menggunakan platform hadyu dari Adahi.
Tapi ini dinilai tidak mudah karena kewajiban itu muncul belakangan, sementara banyak masyarakat Indonesia melalui para pembimbing KBIH dan lainnya sudah terlanjur berkomitmen dengan RPH (Rumah Potong Hewan), ada juga yang belanja ke pasar sendiri beli kambingnya, atau mitra dari mukimin. Di lain sisi, tahun ini Saudi sangat keras melarang hal tersebut.
“Mungkin di situ ada masalah lain, misalnya harga terlalu tinggi melalui Adahi. Kita sampaikan pada Kerajaan,” sambungnya.
Terkait kontrak dengan Adahi, Hilman menjelaslan bahwa rancangan kontrak sudah ditandatangani pihak Kantor Urusn Haji (KUH). Namun, pihak Adahi belum menandatangani karena masih meminta kepastian jumlah kambing yang akan disembelih.
“Kita sudah tahu fakta dan situasinya di KBIHU dan para pembimbing ibadah haji yang sudah terlanjur menbuat kesepakatan dengan pihak lain non Adahi, sehingga kita tidak bisa dipastikan berapa orang yang akan menyembelih melalui Adahi,” paparnya.
Sebagai catatan ke depan, lanjut Hilman, masalah hadyu itu sudah harus menjadi bagian dari kebijakan pembiayaan, sehingga kalau voluntary tetap tidak bisa melakukan kontrak.