FAJAR, MAKASSAR – Sidang kasus skincare ilegal bermerkuri yang menyeret nama Mira Hayati sudah masuk pledoi.
Dalam sidang kali ini, di ruang sidang Ali Said Pengadilan Negeri Makassar, Mira Hayati membacakan langsung nota pembelaan (pledoi) di hadapan majelis hakim yang diketuai Arif Wicaksono.
Dia mengaku, ada tekanan psikologis yang dialami selama menjalani proses hukum. Termasuk membuat kehamilannya mengalami risiko tinggi hingga harus melahirkan dengan operasi sesar.
“Setelah melalui rangkaian persidangan yang cukup panjang dan melelahkan, dengan kondisi fisik dan psikologis yang sangat rentan karena sedang hamil kondisi preeklampsia, dan akhirnya harus melahirkan secara caesar karena mengalami goncangan psikis yang luar biasa saat menjalani tahanan, maka tiba saatnya saya membacakan nota pembelaan,” ujar Mira.
Dia juga membantah seluruh dakwaan yang dialamatkan kepadanya, terkait pelanggaran Pasal 435 UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Mira menilai tuduhan tersebut tidak berdasar dan tidak terbukti secara faktual dalam persidangan.
“Saya tidak pernah melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepada saya. Nota pembelaan ini bertujuan agar Yang Mulia Majelis Hakim benar-benar bersikap objektif dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan,” lanjutnya.
Mira tidak bisa menutupi kekecewaannya kepada JPU, meski dia sempat menyampaikan ucapan terima kasih kepada sejumlah pihak yang memberikan dukungan kepada dirinya selama proses persidangan berlangsung.
“Saya mengutarakan kekecewaan yang mendalam karena ternyata JPU tidak menghiraukan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Fakta tersebut membuktikan bahwa dakwaan Jaksa tidak ada satupun yang terbukti,” ucapnya.
Mira menyebut tuntutan yang dilayangkan jaksa hanya berdasar praduga yang menurutnya bertentangan dengan hak asasi warga negara. Dia menekankan, seluruh produk miliknya telah mengantongi izin BPOM dan tidak terbukti mengandung merkuri berdasarkan hasil uji lab.
“Barang bukti yang dinyatakan mengandung merkuri diambil dari distributor bernama Rezki Amelia. Tidak ada satu pun saksi yang melihat barang itu berasal dari pabrik saya. Saya tidak pernah membeli atau memerintahkan untuk memasukkan zat merkuri ke dalam produk saya,” tuturnya.
Lebih lanjut, Mira menegaskan dirinya selalu mengedukasi pelanggan untuk mewaspadai pemalsuan produk. Ia mengklaim justru kerap mengingatkan publik tentang risiko produk tiruan yang mencatut mereknya.
Pledoi Mira juga menyinggung dampak sosial dari kasus ini. Ia mengaku tak hanya dirugikan secara pribadi, tapi juga harus melihat lebih dari 100 karyawannya kehilangan pekerjaan akibat penutupan pabrik.
“Ketidakadilan ini bukan hanya menimpa saya, tetapi juga keluarga saya, anak-anak saya, dan para karyawan saya. Saya sudah mengalami pidana secara moral, etik, dan sosial. Meskipun tidak ada bukti di persidangan yang menunjukkan saya bersalah,” tuturnya sambil menangis.
Mira kemudian mengakhiri pembelaannya dengan harapan agar majelis hakim menjatuhkan putusan seadil-adilnya, tanpa intervensi opini publik maupun tekanan eksternal.
“Keadilan adalah hak dari setiap orang yang dilindungi oleh Undang-Undang. Orang yang tidak bersalah tidak dapat dihukum pidana,” kuncinya.
Sementara Penasihat Hukum Mira Hayati, Ida Hamidah meminta kliennya dibebaskan dari segala tuntutan. Sebab menurutnya, tuduhan yang diarahkan tidak berdasar dan cenderung mengada-ada karena tidak ada bahan merkuri yang ditemukan di pabrik kosmetik Mira Hayati.
“Pada saat penggeledahan tidak ada ditemukan bahan bermerkuri di pabrik, nah, ini berdasarkan keterangan saksi dari polisi juga,” tegasnya.
Ida juga menyebutkan, keterangan saksi justru membantah tuduhan adanya kandungan berbahaya dalam produk skincare yang dipasarkan oleh perusahaan tersebut. Juga meminta barang bukti berupa ponsel dikembalikan karena tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang dituduhkan, sebab ponsel Mira dan salah satu saksi tidak digunakan sebagai alat kejahatan.
“Kami minta dibebaskan, kemudian terhadap barang bukti ponsel iPhone juga dikembalikan ke pemiliknya, karena sesuai dengan peraturan Kejagung yang sudah kami bacakan dan KUHAP juga, sangat jelas mengenai barang bukti yang tidak berkaitan dengan perkara ini,” sebutnya.
Ida pun menyinggung adanya dugaan kriminalisasi terhadap Mira, mengingat dalam fakta persidangan terungkap bahwa kliennya menjadi target utama sejak awal.
“Jelas, kan terungkap di fakta persidangan target utama itu siapa, saya tanya waktu itu kan di keterangan saksi penyidik, saksi penyidik bilang target utama adalah Mira Hayati. Kalau terdakwa target utama kenapa tidak langsung ke pabriknya, cari di pabriknya ada nggak bahan merkurinya, kan nggak ada,” lanjutnya.
Ida menambahkan bahwa hasil inspeksi acak dari BPOM juga tidak menemukan adanya kandungan berbahaya dalam produk perusahaan. “BPOM juga secara random melakukan sidak kan, tidak ada ditemukan gitu loh bahan berbahaya,” tutupnya. (wid)