Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sutardjo Tui menyebut bahwa tren pengurangan kantor cabang merupakan konsekuensi logis dari revolusi digital di sektor jasa keuangan. Namun, ia mengingatkan agar transformasi ini tidak menciptakan kesenjangan akses, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil.
“Digitalisasi layanan perbankan adalah keniscayaan. Dunia bergerak ke arah efisiensi dan kecepatan, dan bank harus merespons itu. Namun yang perlu diperhatikan adalah inklusi keuangan. Jangan sampai masyarakat yang belum akrab dengan teknologi digital justru tertinggal,” ujarnya.
Menurutnya, kelompok masyarakat lansia, pedagang kecil di pasar tradisional, hingga warga di daerah yang belum memiliki infrastruktur internet yang memadai. Mereka bisa menjadi korban dari digitalisasi yang terlalu cepat dan masif.
“Kalau kita bicara efisiensi operasional bank, tentu digitalisasi adalah jawaban. Tapi dari sisi ekonomi makro, keberadaan kantor cabang itu juga punya fungsi sosial sebagai penggerak ekonomi lokal, pencipta lapangan kerja, dan simbol kehadiran negara melalui layanan keuangan,” imbuhnya.
Sutardjo juga mendorong adanya kolaborasi antara regulator dan industri perbankan untuk mengembangkan strategi transisi yang lebih berkeadilan. Pelatihan ulang bagi pegawai yang terdampak sangat baik, tetapi harus juga ada strategi pendampingan bagi nasabah di lapisan bawah.
“Edukasi literasi digital dan penguatan agen-agen bank di desa-desa bisa menjadi solusi transisi yang lebih manusiawi,” pungkasnya. (edo)