Tindakan Netanyahu ini sangat sesuai dengan teori diversionary foreign policy—strategi di mana seorang pemimpin menggunakan konflik eksternal untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan atau masalah internal. Banyak akademisi telah menjelaskan bagaimana para pemimpin yang tertekan cenderung menggunakan kekuatan militer untuk menciptakan efek “rally-around-the-flag”, yaitu membangkitkan solidaritas rakyat melalui narasi ancaman dari luar.
Ancaman terhadap Kemajuan Sains dan Stabilitas Regional
Namun, serangan yang menewaskan ilmuwan dan warga sipil ini bukan hanya menciptakan krisis moral dan politik, tetapi juga menetapkan preseden yang sangat berbahaya bagi komunitas internasional. Dunia akademik harus bersuara keras menentang setiap upaya menjadikan ilmuwan sebagai sasaran kekerasan politik. Pembunuhan terhadap ilmuwan, apa pun motifnya, adalah serangan langsung terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan masa depan umat manusia.
Lebih jauh lagi, tindakan militer sepihak seperti ini berpotensi memicu spiral pembalasan yang akan memperparah ketegangan regional. Iran kemungkinan besar akan membalas, tidak hanya melalui jalur militer, tetapi juga dengan menggalang kekuatan diplomatik di tingkat global. Jika eskalasi terus terjadi, kawasan Timur Tengah akan kembali terseret dalam siklus kekerasan yang panjang, yang pada akhirnya akan menghancurkan kehidupan jutaan warga sipil tak berdosa di kedua belah pihak.
Netanyahu mungkin berharap serangan ini akan menyelamatkan posisinya di dalam negeri, tetapi sejarah telah berulang kali menunjukkan bahwa kekerasan yang lahir dari kepanikan politik jarang sekali membawa stabilitas sejati. Dunia, dan terutama rakyat Israel, perlu bertanya: Apakah keamanan sejati dapat dibangun di atas reruntuhan rumah tetangga dan jenazah ilmuwan? Atau justru melalui diplomasi, transparansi, dan penghormatan terhadap hukum internasional?