Ia menuturkan, Rappo mampu memproduksi lebih dari 2.000 produk daur ulang setiap bulan dari sekitar 30 jenis, termasuk tote bag yang menjadi produk paling diminati. Harga produk-produk tersebut berkisar antara Rp49.000 hingga Rp500.000, bergantung jenis dan ukuran.
“Produk kami kini tidak hanya dijual di Indonesia, tapi juga sudah masuk pasar internasional seperti Malaysia, Vietnam, dan Singapura. Di dalam negeri, kami punya store di Jakarta, Surabaya, Bali, dan Makassar,” tambahnya.
Akmal mengungkapkan bahwa saat ini Rappo berhasil mendaur ulang hingga satu ton sampah plastik setiap bulannya. Selain memproduksi tas, Rappo kini juga mulai mengembangkan produk furniture dari bahan plastik daur ulang untuk meningkatkan dampak lingkungan yang lebih besar.
Sampah yang digunakan oleh Rappo berasal dari berbagai sumber, antara lain kerja sama dengan usaha laundry, bank sampah, masyarakat sekitar, serta startup penyedia biji plastik daur ulang. Hal ini menunjukkan model bisnis sirkular Rappo yang terintegrasi dengan komunitas lokal.
Lurah Untia, Setiawan mengapresiasi kehadiran Rappo sebagai solusi nyata dalam pengelolaan sampah di wilayahnya. “Rappo bukan hanya membantu mengurangi sampah plastik, tapi juga menciptakan lapangan kerja bagi warga Untia,” ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Makassar, Ferdi Mochtar, menilai bahwa pendekatan kolaboratif seperti ini dapat menjadi langkah efektif dalam mengendalikan limbah plastik. Ia menyebut program ini sebagai edukasi praktis tentang pemilahan dan pengelolaan sampah.