English English Indonesian Indonesian
oleh

Indonesia di Persimpangan Jalan: Membenahi Sengkarut Tambang Nikel demi Masa Depan

Kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa kapasitas terpasang industri smelter di Indonesia jauh melampaui kebutuhan nikel dunia. Bayangkan, kebutuhan nikel global tahun 2024 diproyeksikan 4,1 juta metrik ton, sementara produksi nikel Indonesia dari 44 smelter yang beroperasi mencapai 22,9 juta ton per tahun—hampir 300% lebih besar! Dengan 21 smelter lain dalam tahap konstruksi, dan total potensi mencapai 70 smelter, ini berarti kita akan terus menguras cadangan nikel secara “jor-joran” hanya untuk memenuhi kapasitas smelter yang menganga.

Apakah kita sedang “mengobral” sumber daya alam kita untuk memenuhi kapasitas pabrik, tanpa memikirkan nilai tambah dan keberlanjutan jangka panjang?

Belajar dari Sejarah: Jangan Ulangi Kisah Hutan yang Hancur

Fenomena ini mengingatkan kita pada pengelolaan hutan alam Indonesia di masa lalu. Saat itu, kapasitas industri hasil hutan terpasang jauh lebih besar dari kemampuan produksi hutan. Akibatnya, hutan alam kita hancur lebur demi memenuhi pasokan industri. Akankah nasib serupa menimpa sektor pertambangan nikel?

Jika dibiarkan, eksploitasi besar-besaran ini akan membawa dampak dahsyat: kerusakan lingkungan yang tidak terhindarkan, hilangnya kekayaan dan keanekaragaman hayati, serta merosotnya ekonomi masa depan Indonesia. Kita memiliki cadangan nikel yang melimpah, mengapa kita tidak menyesuaikan produksi dengan permintaan pasar global, sehingga nilai tambah dan nilai jual dapat kita kontrol? Kita harus memastikan aset negara ini dikelola secara bijaksana sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 Ayat (3): “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

News Feed