English English Indonesian Indonesian
oleh

Saring Sebelum Sharing: Seni Berargumen di Rimba Digital

Oleh: Nurul Khairani Abduh
Mahasiswa Doktoral Program Studi Ilmu Linguistik Unhas/Dosen UIN Palopo

Saat ini dunia bergerak dalam ranah dua dimensi, yaitu dimensi realitas dan dimensi virtual atau dunia maya yang disebut juga dunia medsos. Dunia maya ini makin hari makin riuh. Penuh kebisingan.

Setiap hari suguhan media sosial kita dijejali informasi yang mencengangkan hingga di luar nalar. Cuplikan video editan, narasi provokatif yang membakar emosi, atau konten-konten viral yang sulit dibedakan antara kenyataan ataukah settingan demi meraup rupiah.

Arus informasi yang yang tidak terbendung membuat informasi ini hanya butuh hitungan detik untuk dibagikan ulang. Terkadang lengkap dengan komentar yang bernada menyulut. Inilah potret dunia saat ini yang sedang kita hadapi. Kita berada di tengah tantangan information overload yang menuntut kemampuan berpikir kritis.

Dalam situasi seperti ini, bukan hanya literasi digital yang dibutuhkan, melainkan juga keterampilan yang lebih dalam: seni berargumen.

Mengapa keterampilan berargumen penting? Dalam situasi ledakan informasi, orang harus bisa berpikir dan bersikap kritis. Harus bisa memilah fakta dari informasi yang diserap dan menyampaikan pendapat dengan logis.

Tanpa keterampilan berargumen yang baik, kita hanya akan terus-terusan menjadi korban disinformasi, mudah tersulut emosi, dan bahkan menjadi agen penyebar kebingungan massal.

Masyarakat, khususnya generasi muda, perlu dibekali kemampuan yang tidak sebatas bisa menyuarakan pendapat. Lebih dalam dari itu, mereka harus memiliki kemampuan untuk menyaring informasi, menyampaikan perbedaan secara baik, dan membangun argumen yang sehat. Kemampuan ini bukan hanya berlaku di ruang-ruang kelas dan ruang publik, melainkan juga di ruang digital yang saat ini menjadi tempat mereka tumbuh dan berinteraksi setiap hari.

News Feed