Desakan Publik dan Ancaman Ekologis
Keputusan ini disambut baik oleh kalangan aktivis dan masyarakat adat yang telah lama menolak eksploitasi tambang di wilayah tersebut. Pulau Gag dan kawasan sekitarnya termasuk dalam Coral Triangle, wilayah segitiga terumbu karang paling kaya di dunia, yang menjadi rumah bagi lebih dari 600 spesies karang dan ribuan biota laut endemik.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menyebut langkah ini sebagai permulaan yang positif. “Tapi tidak cukup. Pemerintah harus menjamin tidak ada lagi IUP baru di kawasan bernilai ekologis tinggi seperti Raja Ampat,” ujar Iqbal.
Ia menyoroti tren hilirisasi nikel yang didorong permintaan global, terutama dari industri kendaraan listrik. Menurutnya, tanpa regulasi yang ketat, ambisi industrialisasi justru bisa jadi bumerang.
“Kami telah menyaksikan kerusakan lingkungan yang signifikan akibat penambangan nikel, mulai dari Morowali hingga Halmahera. Kini, Raja Ampat tidak boleh menjadi korban berikutnya,” tambahnya.
Pulau Gag Bukan Lokasi Biasa
Pulau Gag merupakan bagian dari kawasan Raja Ampat yang termasuk dalam Daerah Konservasi Perairan Nasional (DKPN). Dalam riset terbaru oleh The Nature Conservancy dan CI Indonesia, pulau ini dikategorikan sebagai salah satu dari lima lokasi dengan kerentanan ekologis tertinggi terhadap tambang logam.
Banyak ahli berpendapat bahwa eksploitasi tambang di Pulau Gag tidak sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang tengah digaungkan pemerintah pusat. Aktivitas tersebut dinilai berisiko tinggi terhadap keanekaragaman hayati laut dan darat, serta mengancam penghidupan masyarakat adat yang menggantungkan hidup dari laut. (*)