English English Indonesian Indonesian
oleh

Hukum Siapa di Raja Ampat?

Aidir Amin Daud

Belum ada yang jelas tentang nasib pertambangan di kawasan Raja Ampat Papua Barat Daya. Sejumlah protes datang dari masyarakat pemerhati lingkungan, masyarakat setempat hingga LSM terpandang Green Peace. Akhir pekan kemarin Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, PT GAG Nikel (PT GN) dan 12 perusahaan lainnya mendapatkan hak spesial untuk melakukan kegiatan pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Hanif mengatakan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kegiatan pertambangan dengan pola terbuka dilarang dilakukan di kawasan hutan lindung. Artinya hutan lindung itu tidak boleh dilakukan (tambang nikel) pola terbuka. Tetapi menurut Menteri Hanif dikecualikan ke 13 perusahaan termasuk PT GN ini diperbolehkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 sehingga dengan demikian maka berjalannya kegiatan penambangan sebenarnya legal.
Bahkan Menteri Hanif mengatakan, jika dilihat dari foto yang diambil dari drone, kerusakan alam yang terjadi akibat kegiatan pertambangan oleh PT GN tidak terlalu besar. Namun, ia mengatakan, hal tersebut harus dilakukan pengecekan langsung ke lapangan.

Tak hanya Hanif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga menyatakan bahwa aktivitas tambang nikel yang dikelola oleh PT GAG Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, tidak menunjukkan adanya permasalahan signifikan. Penilaian ini disampaikan pihak Kementerian ESDM setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meninjau langsung lokasi tambang bersama timnya. Menurut Dirjen Mineral dan Batu Bara Tri Winarno berdasarkan amatan dari udara segala sesuatunya seperti tak ada masalah. Bahkan sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini nggak ada masalah. Namun pihak ESDM tetap akan menurunkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan inspeksi menyeluruh di sejumlah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang berada di Kabupaten Raja Ampat. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan pertambangan, termasuk yang dilakukan oleh PT Gag Nikel, berjalan sesuai ketentuan. Laporan dari Tim nanti yang akan menjadi dasar bagi Menteri ESDM untuk mengeksekusi keputusan selanjutnya.

**
Isu penambangan dan hilirisasi nikel di Raja Ampat Papua, menjadi sorotan publik, terutama setelah sejumlah aktivis Green Peace Indonesia melakukan aksi damai dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Hotel Pullman, Jakarta pekan lalu. Mereka mengatakan pemerintah bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi di Raja Ampat, di Papua. Mereka membawa spanduk: Save Raja Ampat. “What’s the true cost of your nickel?”, “Nickel mines destroy lives” dan “Save Raja Ampat from nickel mining.”
Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik, mengatakan bahwa penambangan nikel di Papua bakal mengancam keberlangsungan keanekaragaman hayati dan ekowisata masyarakat setempat terutama di Raja Ampat.

Padahal Kawasan Raja Ampat memiliki kekayaan alam sebesar 75 persen untuk spesies terumbu karang di dunia, 1.400 jenis ikan-ikan karang, dan 700 invertebrata jenis moluska. Beberapa jenis ikan yang ada di Raja Ampat salah satunya adalah pari manta (Mobula birostris).

Kiki menjelaskan bahwa dampak hilirisasi nikel di Raja Ampat tidak hanya mengancam kehidupan biota laut, tetapi juga satwa khas Papua yang hidup di kawasan tersebut. Salah satunya adalah cenderawasih botak (Cicinnurus respublica), atau Wilson’s bird-of-paradise, yang merupakan spesies endemik dan hanya ditemukan di wilayah Raja Ampat.

Burung eksotis ini menjadi daya tarik utama bagi para pengamat burung dari mancanegara. Keberadaan cenderawasih botak bahkan dapat dijumpai di sekitar permukiman warga di kepulauan Raja Ampat, menjadikannya bagian penting dari aktivitas ekowisata yang menguntungkan masyarakat lokal. Sektor ekowisata ini turut memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Pada tahun 2020, ekowisata menyumbang sekitar 15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Raja Ampat.

Hal lain yang harus kita ketahui berdasarkan catatan Green Peace bahwa lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami di ketiga pulau itu telah dibabat untuk aktivitas pertambangan.
Belum lagi kemungkinan kerusakan terumbu karang akibat lalu lalangnya kapal tongkang pengangkut nikel yang melintasi wilayah perairan Raja Ampat.

**
Mari kita menunggu siapa yang akan memenangkan silang pendapat atas hal yang terjadi di kawadan Raja Ampat. Apakah para ‘oligarki’ yang bermain di tambang dan smelter atau mereka yang ingin melindungi kelestarian lingkungan yang asri di kawasan Raja Ampat. Kata seorang penulis yang pernah ke sana, “Raja Ampat: The last paradise on the earth.” *

News Feed