“Kami ini pelaku usaha susah sekali mengurus izin. Kadang sudah diproses, tapi ujung-ujungnya tidak ada kejelasan. Jadi sebelum kami melakukan audiensi dengan pihak provinsi, kami merasa perlu menyampaikan aspirasi ini ke DPRD Kota Makassar sebagai ‘tuan rumah’ kami,” ujar Hasrul.
Asosiasi tidak bermaksud melanggar aturan yang berlaku, melainkan berharap ada kepastian hukum dan pembinaan dari pemerintah kota agar sektor usaha hiburan dapat tetap berjalan secara tertib.
“Kami sangat berharap bantuan DPRD Makassar dan dinas-dinas terkait untuk memberikan kami masukan, bukan untuk melanggar aturan, tapi agar kami tahu regulasi mana yang harus kami ikuti,” tambahnya.
Hasrul juga menyinggung soal pembinaan yang dilakukan pemerintah di beberapa kawasan seperti KIMA, yang dinilainya sebagai bentuk pendekatan persuasif yang bisa ditiru untuk sektor hiburan.
“Kalau pembinaan dilakukan, itu artinya masih ada ruang hidup bagi usaha. Inilah yang kami harapkan dari Komisi A, regulasi seperti apa yang bisa dijalankan agar kami tetap beroperasi secara legal,” tegasnya.
Terkait moratorium perizinan dari Pemprov Sulsel, Hasrul mengakui bahwa hal tersebut menimbulkan ketakutan di kalangan pengusaha. Namun, ia menegaskan bahwa asosiasi memilih untuk menempuh jalur dialog, bukan demonstrasi.
“Pas keluar moratorium dari provinsi, kami ketakutan. Tapi saya bilang ke teman-teman, kita lakukan pendekatan persuasif dulu. Saya percaya DPRD Makassar bisa jadi jembatan agar usaha kami tetap berjalan,” ujarnya. (mum/zuk)