English English Indonesian Indonesian
oleh

Ratusan Warga Manggala “Kepung” Polrestabes dan Pengadilan Tinggi Makassar, Lawan Mafia Tanah dan Peradilan!

HARIAN.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Ratusan warga Perumahan Pemprov dan Perumahan Pemda Manggala turun ke jalan hari ini, Selasa, 3 Junin2025.

Mereka melancarkan aksi unjuk rasa di Mapolrestabes Kota Makassar dan berlanjut ke Pengadilan Tinggi Makassar. Warga menyuarakan kemarahan dan kekecewaan atas lambannya penanganan laporan dugaan pemalsuan dokumen tanah dan putusan pengadilan yang dinilai cacat hukum, yang mengancam ribuan jiwa terusir dari rumah mereka.

Konvoi kendaraan roda dua dan empat memadati jalanan menuju Mapolrestabes Makassar sekitar pukul 09.30 WITA. Dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Lawan Mafia Tanah” dan poster berisi tuntutan, warga berorasi di depan gerbang kepolisian.Desak Polisi Usut Tuntas Dugaan Pemalsuan Dokumen.

Koordinator Aksi, Gunawan, menyatakan tujuan utama aksi ini adalah mempertanyakan perkembangan laporan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terkait dugaan pemalsuan dokumen oleh Magdallena De Munnik.

Dokumen tersebut, berupa surat keterangan dari Badan Pertanahan Nasional, Salinan dari Balai Harta Peninggalan, dan surat Eigendom Verponding, telah dijadikan bukti di Pengadilan Tinggi Makassar dan dimenangkan oleh hakim.

“Dampaknya, ribuan jiwa warga yang tinggal di Perumahan Pemprov dan Perumahan Pemda terancam digusur karena hakim Pengadilan Tinggi membuat putusan harus dilakukan pengosongan lahan,” ungkap Gunawan.

Ketua Forum Warga Bersatu, Sadaruddin, mendesak Polrestabes Makassar untuk serius memproses laporan ini. “Jangan sampai nasibnya sama dengan laporan penyerobotan lahan yang sudah dilaporkan warga sejak bulan Januari 2025, namun sampai saat ini belum ada kejelasan,” tegasnya.

Warga menegaskan, tiga dokumen yang dijadikan bukti kepemilikan tersebut patut diragukan kebenarannya. Pasalnya, sudah ada klarifikasi dan bantahan tertulis dari Badan Pertanahan Nasional dan Balai Harta Peninggalan Makassar yang menyatakan dokumen tersebut tidak benar.

“Jika Pak Polisi masih punya hati nurani, tolong lindungi kami warga kecil,” seru seorang warga di tengah kerumunan.

Bakar Keranda Hitam: Simbol Kematian Keadilan

Usai menyampaikan tuntutan di Mapolrestabes, massa bergerak menuju Kantor Pengadilan Tinggi Makassar. Di sana, suasana semakin memanas. Ratusan warga membakar ban bekas dan menutup sebagian ruas Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, sebagai bentuk protes keras.

Kembali berorasi, warga menuntut pertanggungjawaban hakim Pengadilan Tinggi Makassar atas putusan yang dinilai janggal. Salah satu kejanggalan terbesar adalah diakuinya bukti Eigendom Verponding yang, menurut warga, sudah tidak diakui sebagai bukti kepemilikan sejak tahun 1980.

“Tapi kenapa di Tahun 2025 ini masih diakui oleh hakim Pengadilan Tinggi?” tanya Sadaruddin, menyuarakan keheranan warga.

Selain masalah masa berlaku, keabsahan dokumen tersebut juga dipertanyakan dan telah dilaporkan ke Polrestabes Makassar untuk diuji keasliannya.Puncak aksi di Pengadilan Tinggi Makassar ditandai dengan pembakaran keranda hitam, simbol matinya keadilan di mata warga.

“Hari ini kami jadi korban, besok anak cucu kami yang jadi korban selanjutnya,” tegas Sadaruddin, menegaskan komitmen warga untuk terus mengawal kasus dugaan mafia tanah dan mafia peradilan di Kota Makassar.

Seorang pensiunan pegawai Pemprov Sulsel yang ikut dalam unjuk rasa mengungkapkan kekhawatirannya. “Masih banyak lahan peninggalan Belanda di Kota Makassar yang dibangun sejumlah kantor pemerintah seperti Rumah Jabatan Gubernur Sulsel dan Balaikota Makassar. Berarti suatu saat jika ada orang Belanda datang ke Indonesia bawa dokumen Eigendom Verponding, mereka bisa menang?” keluhnya, menyoroti preseden buruk yang bisa ditimbulkan oleh putusan ini.

Warga Manggala berjanji akan terus berjuang demi keadilan dan memastikan tidak ada lagi korban mafia tanah dan mafia peradilan di masa mendatang. (rls)

News Feed